Senin, 04 Mei 2009

MEMBONGKAR DUSTA PENDETA RUSDI

Pembajakan Al-Qur’an Gaya Pendeta Muhamad Nurdin
Pendeta R Muhammad Nurdin: “Supaya Mereka Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya”

Pendeta R Muhammad Nurdin: “Supaya Mereka Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya”

Panasnya udara ibukota di kawasan Mampang, Minggu siang (5/3/2006) seolah terusir oleh kemeriahan acara dan makan-makan pada pertemuan doa awal tahun komunitas Batak marga Tambunan se-Jabotabek. Berbagai acara dan aneka hidangan khas Batak yang disajikan, sejenak bisa melupakan kesibukan ibukota yang makin rumit.

Di sela-sela acara “Partangiangan Bona Taon Tambunan Pangaraji Dohot Boruna Se-Jabotabek” yang diadakan di gedung pertemuan Hermina, Mampang, Jakarta Selatan itu, Pendeta Nurdin ditemani seorang putrinya, numpang bazar untuk memasarkan buku-buku Islamologi. Belasan buku-buku dengan judul dan desain sampul mirip bacaan Islam itu, semuanya ditulis sendiri oleh Pendeta Nurdin. Dengan sebuah meja berukuran 1 x 2 meter, Nurdin menggelar buku-buku Islamologi belasan judul. Di hadapannya dipampang kata promosi, “Menjala dan Menginjil,” dan “Sudahkah Anda Membaca Ungkapan-ungkapan Yang Luar Biasa Ini?”

Eros Dai, MA Qohar, dan MA Imran dari Majalah Tabligh menemui Pendeta Nurdin untuk wawancara. Sebelum mewawancarai Nurdin, kru Tabligh menemui Satpam. Dengan nada kesal Satpam itu mengatakan tidak tahu-menahu dengan Pendeta Nurdin, karena dia sama sekali tidak punya etika. Selonong boy, tanpa lapor, permisi atau minta izin berjualan di tempat orang.

Sesaat kemudian, kru Tabligh menemui Pendeta Nurdin. Setelah menyiapkan alat perekam suara, handycam dan kamera digital, Eros mengutarakan maksud baiknya untuk sekedar wawancara seputar buku-buku yang ditulis Nurdin. Tanpa banyak alasan, Pendeta Nurdin tidak bersedia diwawancara. Ia meminta wawancara dilakukan di lain waktu saja, dengan membuat appointment terlebih dahulu. Menindaklanjuti pembicaraan ini, maka Abu Mumtaz mengirim SMS ke HP Pendeta Nurdin untuk minta wawancara. Tanpa basa-basi, Nurdin menolak diwawancara. “Maaf saya tidak ada waktu,” jawab SMS Nurdin (18/03/2006 pukul 20:26 WIB).

Karena Nurdin tidak bersedia diwawancara, maka sebagai alternatif, kami turunkan wawancara Pendeta Nurdin dengan Hatorangan yang dimuat di tabloid Kristen Jemaat Indonesia edisi nomor 112, dengan merubah foto, judul dan pengantar.

Apa tujuan pelayanan Anda?

Tujuan pelayanan saya melalui buku, adalah untuk menyelamatkan umat Kristen. Selama ini umat Kristen sangat terjepit, seperti terlihat dari banyaknya gereja yang dirusak dan dibakar. Kalau umat Kristen hanya berdoa, saya kira kurang tepat. Sebab Firman Tuhan mengatakan supaya kita berdoa dan bekerja. Memang doa dapat menolong secara rohani, tetapi secara jasmani kita harus tetap bekerja.

Oleh sebab itu saya membuat buku agar dapat dibaca umat Kristen, untuk kemudian disalurkan kepada umat beragama lainnya. Buku-buku yang saya tulis berasal dari kitab suci mereka sendiri, yang isinya menguraikan tentang kebenaran.

Jadi tujuan penulisan buku untuk menghindari kesalahpahaman?

Betul sekali. Supaya mereka mengerti tentang ajarannya sendiri. Sebab seringkali mereka tidak diajarkan sesuai dengan yang tertulis dalam kitab sucinya. Caranya tentu saja harus dengan hati-hati. Jangan sampai ada vonis mati seperti untuk dokter Suradi dan Purnama. Hal itu terjadi karena mereka menjelek-jelekkan umat beragama lain. Saya ingin mengikuti rasul Paulus, juga Musa, yang memerlukan waktu untuk menyelamatkan umat Israel.

Jadi bukunya bukan untuk kalangan sendiri?

Betul sekali. Tetapi saya menulis “Untuk Kalangan Sendiri” untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Bagaimana caranya?

Memang sangat sulit melayani orang yang tidak kenal Tuhan kita. Umumnya mereka tak mau menerimanya. Saya sendiri mencoba untuk mengajar sebagai dosen Islamologi yang benar. Mahasiswa umumnya menyambut baik mata kuliah saya. Karena tidak menyinggung agama lain.

Melalui buku-buku, saya menerangkan hal-hal bagus tentang mereka. Sehingga saya tidak dimusuhi baik oleh keluarga saya yang kebanyakan haji dan hajah, maupun oleh umat Islam pada umumnya. Saya mengikuti firman Tuhan dalam I Kor 9:20 yang berbunyi: “Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi.”

Di antara keluarga juga demikian, bila sedang bicara soal naik haji, saya ikut. Sehingga akhirnya bisa diterima dengan baik.

Sudah berapa lama pelayanan Anda berlangsung?

Pelayanan ini sudah berlangsung sejak tahun 1980. tetapi sampai tahun 1990 masih sangat terbatas, hanya satu buku. Tujuannya untuk menyelamatkan seluruh umat Kristen. Awalnya misteri tentang UFO (piring terbang) sedang melanda seluruh dunia. Di situlah saya menulis buku.

Tahun 1990 saya mulai belajar tentang Islamologi dengan benar. Buku-buku yang saya tulis dan beredar setelah itu kebanyakan tentang Islamologi.


Apa latar belakang pemilihan bidang Islamologi?

Karena kebanyakan umat Kristen membuat buku untuk kalangan sendiri saja, sehingga tak dapat menjangkau umat beragama lainnya. Bila membuat buku tentang keselamatan dalam Yesus, orang beragama lain pasti tak mau baca. Kemudian saya tulis buku Keselamatan Di Dalam Islam supaya mereka (umat Islam, red.) dapat mengetahui Injil melalui buku-buku saya. Sebagian isinya menggunakan tulisan Arab. Tentu saja saya harus memahami tentang Islam terlebih dahulu tentang Islam. Saya juga punya Alkitab berbahasa Arab yang digunakan umat Kristen di Arab.

Berapa banyak buku-buku yang sudah beredar?

Menurut pihak percetakan, sebuah buku tergolong “best seller” bila dalam lima tahun terjual 3.000 buku. Tetapi saya selaliknya, dalam tiga tahun telah terjual 5.000 buku. Setelah berlangsung 10 tahun, maka mungkin penjualan semua buku-buku (10 judul, red) mencapai ratusan ribu buah.

Apa peristiwa yang paling berkesan?

Yang paling mengesankan adalah timbulnya pertanyaan mengapa saya mengangkat agama lain? Sering saya harus menjelaskannya kembali.

Hal lain yang cukup mengesankan adalah banyaknya orang yang datang kemari minta didoakan bertobat dan menerima Yesus. Bahkan ada di antaranya yang akhirnya menjadi penginjil.

Apa himbauan Anda bagi umat Kristen?

Ikutilah jejak rasul Paulus. Di antara orang Yahudi harus seperti orang Yahudi. Umat Muslim sering marah karena tidak diajarkan sesuai dengan Al-Qur‘an. Apa salahnya kita menggunakan nama Isa sebagai pengganti Yesus? Bukankah nama tersebut lebih akrab bagi mereka? Yesus sendiri lahir dengan nama Yeshua Hamasiah. Jadi kalau berdoa kepada Yesus, Yeshua atau Isa, ya sama saja.

Sering sebuah nama menimbulkan pertentangan. Juga tak ada salahnya kita memperkenalkan Isa sebagai nabi terlebih dahulu, baru kemudian diperkenalkan sebagai Juruselamat.


Pembajakan Al-Qur’an Gaya Pendeta Muhamad Nurdin


Dari Denmark diluncurkan kartun-kartun yang menghujat Nabi. Di Indonesia pelecehan dirilis, disebarluaskan dan bahkan ditambahi dengan pelecehan model lain.

Seorang laki-laki Arab, kepalanya menyunggi sorban bom dengan sumbu yang siap meledak. Karikatur lainnya memperlihatkan Nabi sebagai orang Baduy dengan mata terbeliak sedang menghunus pedang, ditemani dua wanita berbusana hitam.

Gambaran itu diilustrasikan dalam gambar kartun yang dipublikasikan koran terbesar di Denmark, Jyllands-Posten edisi 30 September 2005. Kemudian diikuti koran terbitan Norwegia, Magzinet edisi tanggal 10 Januari 2006. Negara-negara lain yang latah memuat kartun penghujatan Nabi adalah Jerman, Selandia Baru, dan Prancis.

Dengan alasan “kebebasan kreativitas dan berekspresi yang tak terikat oleh doktrin agama,” harian lokal Prancis France Soir edisi Rabu (1/2/2006) justru sengaja memuat ulang karikatur Nabi Muhammad SAW yang sedang menyulut demo umat Muslim sedunia.

Seolah menantang, koran itu menulis judul utama “Ya, Kami Berhak untuk Mengkarikaturkan Tuhan.” Beritanya dilengkapi dengan kartun “tuhan” dari agama Buddha, Yahudi, Islam dan Kristen melayang-layang di atas awan. Kartun-kartun itu diberi tambahan tulisan: “Jangan khawatir Muhammad, kami semua juga menjadi bahan karikatur.” Lalu 12 gambar kartun terbitan Jylland Posten yang menghina Nabi dimuat di halaman dalam.

Gelombang protes pun mengalir dari negeri-negeri berpenduduk Muslim. Seluruh mata dunia Islam mengutuk Denmark dan negara-negara lain yang memuat kartun penghujatan Nabi. Di Timur Tengah, produk-produk dari negara-negara yang menyiarkan kartun itu diboikot. Bendera Denmark dibakar di setiap aksi demonstrasi. Secara resmi, Indonesia juga menyampaikan protes. Presiden SBY menyampaikan kecaman dan penolakan itu. Sejumlah aktivis Muslim Indonesia secara keras melakukan protes dengan meluruk Kedubes Denmark. Di Makassar, misalnya, aktivis Muslim membakar bendera Denmark

Gayung bersambut, di Indonesia media lokal ikut-ikutan latah menyebarluaskan karikatur penghujatan nabi. Di Bekasi, karikatur penghujatan Nabi itu dipublikasikan pada halaman satu di tabloid Petra edisi nomor 53 tahun II tanggal 2-6 Februari 2006. Tak tinggal diam, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah (DDII) Bekasi, Ahmad Salimin Dani mengadukan tabloid Peta ke Polres Metro Bekasi. Kini para penanggungjawab tabloid lokal ini sedang ditangani polisi. Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi tabloid ini ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal “Menyiarkan gambar yang isinya menyatakan permusuhan dan kebencian,” sesuai pasal 156 a dan 157 KUHP.

Di Surabaya, tabloid Gloria membebek Denmark dengan menampilkan karikatur penghujatan Nabi pada edisi 288, Februari 2006. Pada rubrik “Peristiwa” halaman 10, Gloria mempublikasikan tiga kartun penghujatan Nabi yang melukiskan seseorang yang memakai sorban berbentuk bom. Pada bagian bawah kartun tertulis: “Prophet Mohammad Cartoon.” Tepat di sampingnya, terdapat gambar seorang laki-laki di belakang meja, tangannya memegang poster bertuliskan: “This is Freedom of Expressions.”

Fitnah kepada Nabi ala Pendeta Nurdin
Pendeta yang Mengaku bernama lengkap Pendeta Rudy Muhamad Nurdin yang tinggal di kawasan Grogol, Jakarta Barat ini memang memiliki semangat misionari (penginjilan, Kristenisasi) yang sangat tinggi, terutama kepada umat Islam. Dia berusaha memasukkan doktrin Kristen dan pendangkalan akidah kepada umat Islam. Maka Pendeta yang menjabat sebagai Wakil Gembala Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI) Rawamangun, Jakarta Timur ini menulis belasan buku berwajah Islam. Wajah Islam dalam buku-buku Pendeta Nurdin ini hanya kedok belaka. Demikian pula label “Untuk Kalangan Sendiri” yang dicantumkan pada cover 4 semua bukunya. Semua itu hanya tipuan, karena dalam wawancaranya dengan Hatorangan, Pendeta mengaku bahwa sebenarnya buku-buku itu semuanya diperuntukkan untuk umat Islam. (baca wawancara: Supaya Mereka Dapat Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya).

Belasan buku penginjilan berkedok Islam tulisan Pendeta Nurdin itu adalah:

  1. Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an (Al-Aayatul Muhmitatu fil-Qur’an) 84 halaman,

  2. Keselamatan di dalam Islam (61 halaman),

  3. Selamat Natal Menurut Al-Qur’an (28 halaman),

  4. Kebenaran Yang Benar (Ash-Shodiqul Masduuq) 107 halaman,

  5. Kebenaran yang Menyelamatkan (Ash-Shodiiqul Muslim) 79 halaman,

  6. Isa Alaihi Salam dalam Al-Qur’an yang Benar (‘Isa ‘Alaihissalam fil-Qur’an) 84 halaman,

  7. Keselamatan untuk Akhir Hayat (Salamatul Akhirotul Khoyat) 62 halaman,

  8. Telah Kutemukan Rahasia Allah Yang Paling Besar (As-Sirrullahi Al-Akbar) 93 halaman,

  9. Rahasia Allah Yang Paling Besar (As-Sirrullahi Al-Akbar) 77 halaman,

  10. Waspadalah UFO Berbahaya (99 halaman),

  11. Bila Terjadi Kiamat Aku Selamat (86 halaman),

  12. Ya Allah Ya Ruh Ulqudus Aku Selamat Dunia dan Akhirat (76 halaman),

  13. Waspadalah!!! “….” Itu Selalu Ada (28 halmaan),

  14. Hampir Saya Musnah dan Terungkaplah Sebuah Misteri Dunia (96 halaman),

  15. Bila Terjadi Perang Nuklir Aku Selamat,

  16. Wahyu Tentang Neraka,

  17. Wahyu Keselamatan Allah, dll.

Dengan belasan judul buku itu, Nurdin pun ditokohkan di gereja sebagai “Pendeta Pakar Islamologi.” Maka Pendeta Nurdin dipercaya sebagai islamologi di Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Jakarta. Sedangkan di Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Nurdin tercatat sebagai Anggota Kelompok Kerja WASAI.

Bila dikaji, hampir semua isi buku Pendeta Nurdin tidak bisa dipertanggungjawabkan. Selalu ada kesalahan ilmiah, bahkan penghujatan kepada Nabi Muhammad SAW. Bukan hanya isi buku yang salah, bahkan dari judul bukunya pun rata-rata mengalami kesalahan yang sangat fatal.

Buku Kebenaran Yang Menyelamatkan misalnya, pada cover depan judul ini ditulis pula dengan kalimat bahasa Arab “Ash-Shodiiqul Muslim.” Judul ini tentu salah dan artinya sangat jauh meleset, karena “Ash-Shodiiqul Muslim” bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “Teman yang beragama Islam.”

Kesalahan judul buku dalam transliterasi Indonesia–Arab ini membuktikan bahwa Pendeta Nurdin bukanlah pakar Islamologi, tapi awam Islamologi. Kita pun merasa heran dan prihatin kepada umat Kristiani di Indonesia yang menjadikannya sebagai pahlawan penginjilan. Karena pada hakikatnya semua ajaran penginjilan, perbandingan agama dan Islamologi yang dipersembahkan Pendeta Nurdin kepada gereja itu penuh kebohongan dan kekeliruan. Bahkan bila dibiarkan, sepak-terjang Pendeta Nurdin itu mencederai dan merobek kerukunan umat beragama. Sebab dalam buku-bukunya, Pendeta Nurdin banyak terdapat pemelesetan ayat, penghujatan Nabi, pelecehan Islam dan kebohongan sejarah.

Beberapa poin yang bisa memicu amarah umat dalam buku-buku Pendeta Nurdin antara lain: Nabi Muhammad Belajar Alkitab (Bibel) Sampai Hafal; Nabi Menikahi Wanita Kristen dengan Tatacara Kristen, dan Mendapat Kado Alkitab (Bibel); Nabi Muhammad Beribadah Kristen selama 15 tahun; Nabi Muhammad Adalah Pencetus Agama Pantekosta dan Kharismatik; dan Nabi Muhammad disamakan dengan Pendeta Nurdin dan Lia Aminuddin (Lia Eden)

Komentar tentang agama lain adalah isu yang paling sensitif dalam hubungan antarumat beragama, lebih sensitif daripada kulit telur, dan lebih bahaya ledakannya daripada bom. Karena bila tersulut, akan mudah meledak dan berdampak pada rusaknya hubungan sesama manusia beragama yang terlibat.

Penghujatan kepada Nabi Muhammad yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin dari Indonesia dan Jyllands Posten dari Denmark telah melakukan pencederaan terhadap agama Islam. Dan, jembatan yang selama ini dibangun untuk menjalin kerukunan antarumat beragama pun menjadi berantakan, lantaran akar-akar permasalahan selalu ditanam oleh manusia-manusia jahil yang ditokohkan sebagai ahli agama oleh pihak tertentu. Contoh konkretnya adalah Pendeta Rudy Muhamad Nurdin, sang pemecah-belah bangsa. mag, mai, eros, qohar




Pendapat Para Tokoh Ulama
Pendapat Para Tokoh Ulama

Inilah Ayat-ayat yang Dibajak oleh Pendeta Nurdin....

Inilah Ayat-ayat yang Dibajak oleh Pendeta Nurdin....

Kitabullah (Al-Qur’an) dibajak menjadi Alkitab (Bibel)

Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda:
“Kutinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka), taklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (HR. Malik).

Pendeta R Muhammad Nurdin: “Supaya Mereka Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya”

Pendeta R Muhammad Nurdin: “Supaya Mereka Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya”

Panasnya udara ibukota di kawasan Mampang, Minggu siang (5/3/2006) seolah terusir oleh kemeriahan acara dan makan-makan pada pertemuan doa awal tahun komunitas Batak marga Tambunan se-Jabotabek. Berbagai acara dan aneka hidangan khas Batak yang disajikan, sejenak bisa melupakan kesibukan ibukota yang makin rumit.

Di sela-sela acara “Partangiangan Bona Taon Tambunan Pangaraji Dohot Boruna Se-Jabotabek” yang diadakan di gedung pertemuan Hermina, Mampang, Jakarta Selatan itu, Pendeta Nurdin ditemani seorang putrinya, numpang bazar untuk memasarkan buku-buku Islamologi. Belasan buku-buku dengan judul dan desain sampul mirip bacaan Islam itu, semuanya ditulis sendiri oleh Pendeta Nurdin. Dengan sebuah meja berukuran 1 x 2 meter, Nurdin menggelar buku-buku Islamologi belasan judul. Di hadapannya dipampang kata promosi, “Menjala dan Menginjil,” dan “Sudahkah Anda Membaca Ungkapan-ungkapan Yang Luar Biasa Ini?”

Eros Dai, MA Qohar, dan MA Imran dari Majalah Tabligh menemui Pendeta Nurdin untuk wawancara. Sebelum mewawancarai Nurdin, kru Tabligh menemui Satpam. Dengan nada kesal Satpam itu mengatakan tidak tahu-menahu dengan Pendeta Nurdin, karena dia sama sekali tidak punya etika. Selonong boy, tanpa lapor, permisi atau minta izin berjualan di tempat orang.

Sesaat kemudian, kru Tabligh menemui Pendeta Nurdin. Setelah menyiapkan alat perekam suara, handycam dan kamera digital, Eros mengutarakan maksud baiknya untuk sekedar wawancara seputar buku-buku yang ditulis Nurdin. Tanpa banyak alasan, Pendeta Nurdin tidak bersedia diwawancara. Ia meminta wawancara dilakukan di lain waktu saja, dengan membuat appointment terlebih dahulu. Menindaklanjuti pembicaraan ini, maka Abu Mumtaz mengirim SMS ke HP Pendeta Nurdin untuk minta wawancara. Tanpa basa-basi, Nurdin menolak diwawancara. “Maaf saya tidak ada waktu,” jawab SMS Nurdin (18/03/2006 pukul 20:26 WIB).

Karena Nurdin tidak bersedia diwawancara, maka sebagai alternatif, kami turunkan wawancara Pendeta Nurdin dengan Hatorangan yang dimuat di tabloid Kristen Jemaat Indonesia edisi nomor 112, dengan merubah foto, judul dan pengantar.

Apa tujuan pelayanan Anda?

Tujuan pelayanan saya melalui buku, adalah untuk menyelamatkan umat Kristen. Selama ini umat Kristen sangat terjepit, seperti terlihat dari banyaknya gereja yang dirusak dan dibakar. Kalau umat Kristen hanya berdoa, saya kira kurang tepat. Sebab Firman Tuhan mengatakan supaya kita berdoa dan bekerja. Memang doa dapat menolong secara rohani, tetapi secara jasmani kita harus tetap bekerja.

Oleh sebab itu saya membuat buku agar dapat dibaca umat Kristen, untuk kemudian disalurkan kepada umat beragama lainnya. Buku-buku yang saya tulis berasal dari kitab suci mereka sendiri, yang isinya menguraikan tentang kebenaran.

Jadi tujuan penulisan buku untuk menghindari kesalahpahaman?

Betul sekali. Supaya mereka mengerti tentang ajarannya sendiri. Sebab seringkali mereka tidak diajarkan sesuai dengan yang tertulis dalam kitab sucinya. Caranya tentu saja harus dengan hati-hati. Jangan sampai ada vonis mati seperti untuk dokter Suradi dan Purnama. Hal itu terjadi karena mereka menjelek-jelekkan umat beragama lain. Saya ingin mengikuti rasul Paulus, juga Musa, yang memerlukan waktu untuk menyelamatkan umat Israel.

Jadi bukunya bukan untuk kalangan sendiri?

Betul sekali. Tetapi saya menulis “Untuk Kalangan Sendiri” untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Bagaimana caranya?

Memang sangat sulit melayani orang yang tidak kenal Tuhan kita. Umumnya mereka tak mau menerimanya. Saya sendiri mencoba untuk mengajar sebagai dosen Islamologi yang benar. Mahasiswa umumnya menyambut baik mata kuliah saya. Karena tidak menyinggung agama lain.

Melalui buku-buku, saya menerangkan hal-hal bagus tentang mereka. Sehingga saya tidak dimusuhi baik oleh keluarga saya yang kebanyakan haji dan hajah, maupun oleh umat Islam pada umumnya. Saya mengikuti firman Tuhan dalam I Kor 9:20 yang berbunyi: “Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi.”

Di antara keluarga juga demikian, bila sedang bicara soal naik haji, saya ikut. Sehingga akhirnya bisa diterima dengan baik.

Sudah berapa lama pelayanan Anda berlangsung?

Pelayanan ini sudah berlangsung sejak tahun 1980. tetapi sampai tahun 1990 masih sangat terbatas, hanya satu buku. Tujuannya untuk menyelamatkan seluruh umat Kristen. Awalnya misteri tentang UFO (piring terbang) sedang melanda seluruh dunia. Di situlah saya menulis buku.

Tahun 1990 saya mulai belajar tentang Islamologi dengan benar. Buku-buku yang saya tulis dan beredar setelah itu kebanyakan tentang Islamologi.


Apa latar belakang pemilihan bidang Islamologi?

Karena kebanyakan umat Kristen membuat buku untuk kalangan sendiri saja, sehingga tak dapat menjangkau umat beragama lainnya. Bila membuat buku tentang keselamatan dalam Yesus, orang beragama lain pasti tak mau baca. Kemudian saya tulis buku Keselamatan Di Dalam Islam supaya mereka (umat Islam, red.) dapat mengetahui Injil melalui buku-buku saya. Sebagian isinya menggunakan tulisan Arab. Tentu saja saya harus memahami tentang Islam terlebih dahulu tentang Islam. Saya juga punya Alkitab berbahasa Arab yang digunakan umat Kristen di Arab.

Berapa banyak buku-buku yang sudah beredar?

Menurut pihak percetakan, sebuah buku tergolong “best seller” bila dalam lima tahun terjual 3.000 buku. Tetapi saya selaliknya, dalam tiga tahun telah terjual 5.000 buku. Setelah berlangsung 10 tahun, maka mungkin penjualan semua buku-buku (10 judul, red) mencapai ratusan ribu buah.

Apa peristiwa yang paling berkesan?

Yang paling mengesankan adalah timbulnya pertanyaan mengapa saya mengangkat agama lain? Sering saya harus menjelaskannya kembali.

Hal lain yang cukup mengesankan adalah banyaknya orang yang datang kemari minta didoakan bertobat dan menerima Yesus. Bahkan ada di antaranya yang akhirnya menjadi penginjil.

Apa himbauan Anda bagi umat Kristen?

Ikutilah jejak rasul Paulus. Di antara orang Yahudi harus seperti orang Yahudi. Umat Muslim sering marah karena tidak diajarkan sesuai dengan Al-Qur‘an. Apa salahnya kita menggunakan nama Isa sebagai pengganti Yesus? Bukankah nama tersebut lebih akrab bagi mereka? Yesus sendiri lahir dengan nama Yeshua Hamasiah. Jadi kalau berdoa kepada Yesus, Yeshua atau Isa, ya sama saja.

Sering sebuah nama menimbulkan pertentangan. Juga tak ada salahnya kita memperkenalkan Isa sebagai nabi terlebih dahulu, baru kemudian diperkenalkan sebagai Juruselamat.

Makna “Kitabullah” dalam hadits ini adalah Al-Qur’an, sedangkan maksud “Sunnah Rasul-Nya” adalah Sunnah Nabi Muhammad, yaitu Hadits Nabi SAW. Hadits ini dibajak oleh Pendeta Nurdin menjadi:
“Kutinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka) tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Alkitab dan Sunnah RasulNya (Kisah Para Rasul Alkitab)” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 3).

Pembajakan hadits ini karena Pendeta Nurdin buta terhadap kitab sucinya sendiri. Sebab kitab Kisah Para Rasul dalam Alkitab (Bibel) bahasa Arab disebut “A’malurrusul,” bukan “Sunnah Rasulih.”

Hadits lain yang dibajak Pendeta Nurdin adalah sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya seseorang yang berpagi-pagi pergi mempelajari ayat-ayat dalam Kitabullah lebih baik yang seperti itu daripada mengerjakan mengerjakan sembahyang sunat seratus rekaat” (Hadits, Muqaddimah Al-Qur`an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, hlm. 108).

Setelah dibajak, hadits ini berubah total menjadi: “Sesungguhnya seseorang yang berpagi-pagi pergi mempelajari ayat-ayat dalam Alkitab lebih baik yang seperti itu daripada mengerjakan mengerjakan sembahyang sunat seratus rekaat” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 8).

Kata ganti Allah dibajak menjadi Yesus, supaya sesuai dengan doktrin Kristen tentang Ketuhanan Yesus

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‘an: “Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya, dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya” (Qs. An-Nisa 172).

Ayat mulia tentang tauhid dan penolakan terhadap doktrin Kristen ketuhanan Nabi Isa ini, dibajak oleh Pendeta Nurdin, sehingga maknanya berubah total menjadi perintah untuk menyembah Nabi Isa (Yesus Kristus):

“Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat kepada Allah. Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya (Almasih) dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 53).

Kata ganti Allah dibajak menjadi Taurat dan Injil

Ayat tentang kesempurnaan Al-Qur‘an dan keesaan Allah SWT: “(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran” (Qs. Ibrahim 52).

Ayat yang agung ini dibajak oleh Pendeta Nurdin dengan menambahkan kata Taurat dan Injil, supaya terkesan bahwa Alkitab (Bibel) milik umat Kristiani adalah kitab suci yang sempurna:

“Alquran ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi PERINGATAN dengan dia, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya DIA (Taurat dan Injil Isa Allahi Salam) adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang BERAKAL mengambil pelajaran” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 60, kutipan apa adanya dari buku Pendeta Nurdin).

Lafaz “Allah” dibajak menjadi “Allah Ruh Kudus,” untuk mendukung doktrin Trinitas Kristiani

Allah berfirman dalam Al-Qur‘an: “Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?” (Qs. Al-Ma‘idah 84).

Ayat ini dibajak oleh Pendeta Nurdin dengan mengganti lafaz “Allah” menjadi “Allah Ruh Ulkudus”:

“Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah Ruh Ulkudus dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?” (Isa Alaihi Salam dalam Alquraan yang Benar, hlm. 19).

Pembajakan ini jelas bermaksud mempelesetkan Al-Qur‘an untuk mendukung doktrin Kristen tentang Trinitas, bahwa Tuhan terdiri dari 3 oknum, yaitu tuhan Bapak, tuhan Anak dan tuhan Roh Kudus

Pembajakan serupa dilakukan Pendeta Nurdin terhadap ayat: “Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya)” (Qs. Al-Ma`idah 85).

Setelah dibajak, ayat ini berubah menjadi:

“Maka Allah Ruh Ulkudus memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan (ucapan sesuai dengan iman), (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai (berkah) di dalamnya, sedang mereka KEKAL di dalamnya. Dan itulah balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan yang ikhlas keimanannya” (Isa Alaihi Salam dalam Alquraan yang Benar, hlm. 19).

Kata “Al-Qur`an” dibajak menjadi “Alkitab” supaya kaum muslimin beriman kepada Bibel, kitab suci kristiani

Allah SWT berfirman tentang Al-Qur‘an sebagai kitab suci kebenaran: “Kitab (Al Quran ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (Qs. Az-Zumar 1-2).

Ayat ini dibajak Pendeta Nurdin menjadi: “Kitab (Alkitab) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya KAMI menurunkan kepadamu Kitab (Alkitab) dengan membawa KEBENARAN. Maka sembahlah ALLAH dengan memurnikan ketaatan kepadaNya” (Kebenaran Yang Benar, hlm. 92).

Pembajakan ini adalah kesengajaan untuk menggiring kaum muslimin agar beralih dari kepada Alkitab (Bibel).

Ayat serupa yang menjadi korban pembajakan Pendeta Nurdin adalah:
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka” (Qs. Az-Zumar 41).

Ayat ini dibajak Pendeta Nurdin menjadi: “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Alkitab untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka petunjuk itu untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat (tidak membaca Alkitab) maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat kerugian dirinya sendiri” (Kebenaran Yang Benar, hlm. 93).

Itulah sebagian contoh pembajakan ayat yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin untuk melegitimasi doktrin Kristiani.

Inilah Ayat-ayat yang Dibajak oleh Pendeta Nurdin....

Membongkar Dusta Pendeta R. Muhamad Nurdin

Alih-alih membagikan kabar suka-cita Injil, Pendeta Rudy Muhamamd Nurdin mengemas penginjilan dengan cara-cara yang tidak terpuji. Semangat misionarisnya meledak-ledak untuk “menjala” kaum muslimin agar mau “terima Yesus” menjadi penganut Kristiani. Tetapi, ilmu dan wawasannya yang sangat dangkal tak sanggup mengimbangi semangatnya. Akibatnya, gerakannya zigzag, kacau dan tak terarah.

Dengan slogan Injili “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,” Pendeta RM Nurdin menyebarkan doktrin kekristenan melalui belasan buku berkedok Islam. Salah satu buku yang judul dan sampulnya sangat islami, adalah “Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an.” Pada cover depan, judul buku ini ditulis pula dalam bahasa Arab “Al-Ayatul-Muhimmah Fil-Qur’an,” sementara pada cover belakang diberi label “Untuk Kalangan Sendiri,” supaya terkesan bahwa buku itu adalah bacaan internal umat Kristiani.

Ternyata label “Untuk Kalangan Sendiri” ini justru dilanggar sendiri oleh Pendeta Nurdin. Terbukti, pada halaman 10 ditulisnya bahwa bukunya disampaikan kepada semua pembaca yang beriman –termasuk umat Islam:

“...Buku ini untuk kusampaikan kepada kaka-kakakku, familiku dan semua saudara-saudaraku dan semua pembaca yang beriman” (baris ke-6 dari bawah).

Statemen ini dipertegas pada halaman 45, menuangkan harapan agar buku ini dibaca oleh semua umat Islam: “Semoga semua umat Islam membaca buku-bukuku dan selamat Akhirat Surga...” (baris ke-4 dari bawah).

Sikap plin-plan pendeta ini semakin diungkap sendiri oleh media Kristen. Dalam wawancara di tabloid Kristen, Pendeta Nurdin mengaku terus-terang bahwa sebenarnya buku tersebut memang untuk menohok iman umat Islam:

Jadi, bukunya bukan untuk kalangan sendiri? Betul sekali. Tetapi, saya tulis ‘Untuk Kalangan Sendiri’ untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati…. Kemudian saya tulis buku Keselamatan di dalam Islam supaya mereka dapat mengetahui Injil melalui buku-buku saya. Sebagian isinya tulisan Arab. Tentu saja saya harus memahami tentang Islam terlebih dahulu. Saya juga punya Alkitab berbahasa Arab…” (baca wawancara: Supaya Mereka Dapat Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya).

Muhamad Nurdin memang pendeta supermunafik. Meski telah melakukan tipuan yang berarti kebohongan, tapi dia tidak merasa berdosa sedikit pun. Malah dia mengeluarkan himbauan kepada umat Kristen agar turut serta membantunya dalam pengedaran buku-buku yang ditulisnya kepada kaum muslimin. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, Pendeta yang tinggal di kawasan Slipi, Jakarta Barat ini menjustifikasi tipuan dan kemunafikannya dengan ayat-ayat Alkitab. Nurdin berkilah bahwa penginjilannya itu sesuai dengan ajaran Alkitab:

“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat” (I Korintus 9: 20).

Ayat Bibel ini disimpulkan oleh Pendeta Nurdin bahwa untuk menghadapi orang Yahudi, harus pura-pura seperti Yahudi. Menghadapi kaum Muslim, harus berpura-pura seperti orang Islam. Maka untuk menjala umat Islam harus memakai Al-Qur’an.

Ulah misi Pendeta Nurdin ini jelas berbahaya bagi kerukunan umat beragama, karena bisa mengoyak keharmonisan hubungan Kristen dan Islam.

Awam Ilmu tapi Sok Tahu
Buku-buku Pendeta Nurdin dihiasi dengan judul dalam bahasa Arab. Umat Kristiani dan orang awam yang tidak mengerti bahasa Arab, akan menganggap bahwa Nurdin adalah pendeta pakar Al-Qur’an yang hebat. Padahal judul bahasa Arab dalam buku-buku itu salah semua.

Judul buku “Rahasia Allah Yang Paling Besar” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Assirrullahi Al-Akbar.” Judul ini salah besar karena menyalahi kaidah bahasa. Judul yang tepat adalah “Sirrullahi Al-Akbar.”

Judul buku “Kebenaran Yang Benar” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Ash-Shodiq Al-Mashduuq” adalah salah besar karena menyalahi judul bahasa Indonesia. “Ash-Shodiqul Mashduuq” artinya orang benar/jujur yang dibenarkan. Seharusnya judul “Kebenaran Yang Benar” diterjemahkan menjadi “Al-Haqiqoh Ash-Shodiq.”

Judul buku “Keselamatan Untuk Akhir Hayat” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Salaamatul Aakhirotul Khoyat” adalah salah besar karena dalam bahasa Arab kalimat ini tidak dimengerti sama sekali. Seharusnya judul Arab yang benar adalah “Salaamatun li-Aakhirotil Hayat”

Buku yang judul Arabnya ditulis “Isa Alaihissalam fil-Qur’an” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Isa Alaihi Salam Dalam Al Quraan yang Benar.” Judul ini salah karena terlalu panjang, tidak sesuai dengan judul Arab. Judul yang benar adalah “Isa Alaihissalam dalam Al-Quran.”

Keawaman ilmu ini sangat berbahaya jika dipaksakan oleh Pendeta Nurdin untuk menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, lalu dituangkan dalam buku-buku kemudian dijual digereja sebagai alat penginjilan, dan dijadikan sebagai referensi oleh para mahasiswa yang diajarnya.

Kebohongan Pendeta Di Siang Bolong
Dalam kacamata Kristiani, teologi yang diajarkan Pak Pendeta Nurdin pun sangat memalukan sekaligus memilukan. Bila dibaca dengan teliti, hampir pada setiap lembar buku yang ditulisnya selalu ada kesalahan, baik kesalahan teologi maupun kaidah ilmiah penulisan.

Misalnya, pada halaman 77 buku “Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an,” disebutkan bahwa pencetus Pantekosta sama dengan pencetus Kharismatik, yaitu Nabi Muhammad. Maka Pendeta Nurdin mengaku sebagai penganut agama Islam Kharismatik Pantekosta. Inilah teologi ngawur dari Grogol.

Mungkin Pendeta Nurdin tidak pernah belajar Sejarah Gereja, sehingga tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu?) bahwa gereja yang bermula dari Gerakan Pentakosta ini dirintis oleh Charles H Parham sejak tanggal 1 Januari 1901 di Sekolah Alkitab Bethel, Topeka, Kansas (SA). Gerakan Pentakosta ini mulai mekar pesat sejak 1906 dari pertemuan doa Azusa Street Mission, suatu kegiatan evangelisasi di kota Los Angeles yang dilakukan oleh Pendeta Negro William J Seymour. Sejak itu, Azusa Street menjadi pusat gerakan Pantekosta seluruh dunia.

Pada akhir tahun 1960-an terjadi lagi perkembangan di mana Gerakan Pantekosta tidak dikhususkan hanya untuk kaum Protestan, tapi juga terbuka untuk kaum Katolik, bahkan Katolik Roma sekalipun. Gerakan ini kemudian masyhur dengan nama Pentakosta Baru (Neopentacostalism) alias Gerakan Kharismatik.

Beberapa keyakinan gerakan ini antara lain: (1) Karunia berbahasa lidah (glosolalia) harus dialami oleh setiap orang yang dibaptiskan dalam roh (diurapi oleh Roh Kudus); (2) Di kalangan penganut ‘Toronto Blessing’ dipercayai gejala yang mirip itu menunjukkan bahwa “Roh Allah Melawat” dan ini biasa diiringi tanda-tanda lain seperti kesurupan, misalnya: “tertawa dalam roh” (holy laughter), “mabuk dalam roh” (drunken by the spirit), “bertumbangan” (slain by the spirit), dan bahkan dipercayai ada yang kemudian dapat “mengaum seperti singa” dan keanehan lainnya.

Dalam perkembangannya, setelah ibadat Toronto Blessingnya merosot, John Arnott mengajarkan ajaran baru ‘Mujizat Gigi Emas’ hanya berlandaskan penafsiran harfiah di luar konteks satu ayat Maz.81:11. Menurut Herlianto, konteks ayat ini berbicara mengenai pemeliharaan Allah atas Musa dan umat Israel yang keluar dari Mesir dan akan dipenuhi dengan makanan gandum terbaik dengan madu gunung di mulut mereka (Maz.81:17).

Bila kita mempelajari kaset video kebaktian di Toronto Airport Vineyard fellowship yang dipimpin John Arnott waktu mempraktekkan Toronto Blessing, kita dapat melihat dengan jelas bahwa banyak orang yang tidak berjatuhan namun langsung didorong agar jatuh, demikian juga ada wanita yang menendang-nendang dengan kakinya kearah sekelompok jemaat (no contact) dan kelompok itu berjatuhan. Inikah karya Roh Kudus atau ‘melecehkan’ Roh Kudus?

Dalam ajaran “Lawatan Roh Allah” dipercayai bahwa lawatan roh itu akan menghasilkan perilaku seperti “mabuk” bahkan diakui sebagai “mabuk dalam roh.”

Ketika kepenuhan roh, seseorang yang meyakininya bisa berbahasa lidah, yang tidak bisa dipahami oleh orang lain, kecuali oleh orang yang juga kepenuhan roh. Bunyi bahasa lidah itu misalnya: Syawalawalalala..., barabarabarababbaabaaa, kirrarrabaaassaa balabalabalabababa….. dst.

Dari uraian ini, Pendeta Nurdin harus membuktikan kebenaran tudingannya bahwa Nabi Muhammad adalah pencetus Pantekosta-Kharismatik. Kapan Nabi berbahasa lidah seperti orang kesurupan seperti itu?? Di buku sejarah mana tertulis Nabi Muhammad pernah “tertawa dalam roh,” “mabuk dalam roh,” dan “mengaum seperti singa”? Jika tidak bisa, maka ini berarti fitnah yang besar dan sama kejamnya dengan karikatur Jillands Posten.


Fitnah Pendeta Nurdin kepada Rasulullah SAW

Fitnah Pendeta Nurdin kepada Rasulullah SAW

Nabi Muhammad Belajar Alkitab (Bibel) Sampai Hafal

“Siti Khadijah berumur 40 tahun pada waktu menikah dengan Muhammad. Muhammad SAW pada waktu itu berumur 25 tahun. Apabila Siti Khadijah berkata kenal benar kepada Muhammad sejak kecil, ini dapat dimengerti karena perbedaan umur itu dan apabila demikian tentulah Siti Khadijah telah mengajarkan Muhammad sejak kecil ajaran Taurat dan Injil bersama paman beliau Waraqah bin Naufal sehingga Muhammad sangat hafal akan ayat Taurat dan Injil. Karena pada waktu itu Al-Qur`an belum ada. Sehingga Al-Qur`an dimulainya dengan Alfatihah yang berkata Ummul Quran Ummul Kitab yang berarti Seluruh isi Al-Qur`an berasal dari Induk Alkitab” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 59).

Nabi Menikahi Wanita Kristen dengan Tatacara Kristen, dan Mendapat Kado Alkitab (Bibel)

“Istri beliau Siti Khadijah beragama Kristen Nasrani dan paman beliau Waraqah bin Naufal adalah pendeta bersama pendeta alim Buhaira namanya, dan umat pada waktu itu adalah semua umat Kristen Nasrani yang beribadah tentu di gereja, karena masjid pada waktu itu belum ada” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 68).

“Bila pamannya Siti Khadijah yaitu Waraqah bin Naufal, faham akan Taurat dan Injil, beliau adalah seorang Pendeta besar, atau seorang Pastur besar atau seorang Penginjil besar dan pada pernikahan Muhammad SAW dan Siti Khadijah tentulah beliau bertindak sebagai Wali atau Penghulu pada waktu itu, dan menyampaikan Firman Allah yaitu Taurat dan Injil, agama Yahudi dan Nasrani, karena agama Islam dan Alquran belum ada pada waktu itu” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 24).

“Pada waktu pernikahan berlangsung antara Muhammad SAW dengan Siti Khadijah seorang Nasrani, dan pasti hadiah Waraqah bin Naufal sebagai seorang Pendeta atau Pastur adalah sebuah Alkitab. Dan tentu Muhammad SAW selama 15 tahun bersama isterinya Siti Khadijah mempelajari Alkitab” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 53).

Nabi Muhammad Beribadah Kristen selama 15 tahun
“Pada waktu Muhammad SAW berumur 25 tahun beliau menikah dengan Khadijah yang beragama Nasrani. Dan pada waktu itu Muhammad SAW berumur 40 tahun beliau bertahanuts menyendiri. Bila demikian Muhammad SAW telah bersama istrinya selama 15 tahun, beliau tentu beribadah bersama isterinya dan pamannya Waraqah bin Naufal dan Pendeta Buhaira yang mana tentu Muhammad SAW ikut beridadah Nasrani dan beliau bertahanuts menyendiri dengan segala bekal dan pelajaran Alkitab, Taurat dan Injil” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 35).

Nabi Muhammad Adalah Pencetus Agama Pantekosta dan Kharismatik
“Dan teringatlah aku akan ibadah pada zaman Nabi Muhammad SAW. Pada waktu itu yang ada agama Nasrani Rooms Katolik yang dijalankan oleh Penguasa Romawi saat itu dan agama Nasrani yang memang telah ada yaitu yang dijalankan umat Nasrani, Siti Khadijah, Pendeta Waraqah bin Naufal dan Pendeta Bukhaira dan umat Arab umat Muhammad SAW pada saat itu.

Lalu Muhammad SAW mendapatkan Urapan Ruh Ulkudus yang didoakan oleh pendeta Waraqah bin Naufal, Pendeta Bukhaira dan istri beliau Siti Khadijah dan Nabi Muhammad mencetuskan agama Islam.

Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah kalau Islam sama dengan Pantekosta dan Kharismatik. Dan umat Pantekosta dan umat Kharismatik mengutamakan Urapan Ruh Ulkudus”
(Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 76).

“Urapan Ruhul kudus yang sama sejak zaman dahulu kala itu, pada waktu Muhammad SAW mendapatkan-Nya. Sehingga dengan penemuan analisa ini aku beragama Pantekosta Kharismatik dan juga beragama Islam. Bagiku agama aliran apapun tidak menyelamatkan tetapi yang menyelamatkan adalah URAPAN RUH UL-KUDUS.

Maka Muhammad SAW pencetus Islam = Pencetus Pantekosta = Pencetus Kharismatik. Sehingga bagiku agama atau aliran yang kujalankan adalah Islam Kharismatik Pantekosta. Pada saat ini di banyak tempat diadakan Persekutuan Doa Bersama yaitu umat Khatolik Kharismatik, umat Protestan dan umat Pantekosta.”
(Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 77).

“Atau disebut Persekutuan Doa Oikumene. Dan di Persekutuan Doa ini diadakan Ibadah dengan Urapan Ruh Ulkudus”
(Ayat-ayat Penting di dalam Al-Quran, hlm. 78).

Nabi Muhammad disamakan dengan Pendeta Nurdin dan Lia Aminuddin (Lia Eden)


“Isa Allaihi Salam dilahirkan dengan tiupan Ruhul Kudus. Pada waktu Isa naik ke Surga, Kenaikan Isa Almasih, Beliau meninggalkan Curahan Ruhul Kudus. Muhammad SAW mendapatkan Wahyu Ruhul Kudus. R Muhammad Nurdin diurapi Wahyu Ruhul Kudus. Lia Aminuddin menyampaikan permohonan dan dapat bimbingan Ruhul Kudus” (Kebenaran Yang Menyelamatkan, hlm. 71).

Itulah sebagian kecil fitnah Pendeta Muhamad Nurdin kepada Nabi Muhammad SAW. Tudingan lainnya terlalu banyak untuk dimuat di majalah yang halamannya terbatas. Semua tudingan ini hanyalah rekaan yang tidak berdasar sama sekali. Secara historis, tak ada satupun fakta, data dan referensi yang mendukung Pendeta asal Grogol, Jakarta Barat ini.



Pendapat Para Tokoh Ulama

KH. Hussein Umar, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia: “Pendeta Nurdin Harus Diproses Hukum”


Pendeta Nurdin menulis belasan buku Kristen yang di bungkus dengan ayat-ayat Al-Qur‘an, yang isinya banyak melecehkan Islam. Bagaimana penilaian Ustadz?

Apa yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin ini semakin menyakinkan kita bahwa segala bentuk kebohongan, manipulasi menjungkirbalikkan kebenaran, itulah yang selalu dilakukan oleh kalangan yang ingin merusak akidah Islam. Cara-cara yang tidak terhormat seperti itu dibiarkan dan ditolelir oleh gereja-gereja yang melindunginya.

Jadi yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin ini semakin meyakinkan kita bahwa segala tipu daya dan tipu muslihat itu sudah menjadi metodologi dari kalangan mereka itu. Itulah sebabnya kita menginginkan adanya aturan main, termasuk kode etik penyiaran agama.

Berdasarkan hal-hal tadi, sudah sangat mendesak perlunya aturan main yang mengatur tatacara penyebaran agama. Karena masyarakat kita ini majemuk.

Kenapa Nasrani bersikap menolak aturan main penyebaran agama?

Ada 3 hal yang menjadi sebab: pertama, mereka menolak campur tangan negara berkenaan dengan agama dan institusi-institusi agama. Kedua, Mereka menolak segala bentuk pengaturan hukum dan undang-undang berkenaan dengan agama dan institusi-institusi. Ketiga, mereka menolak asas proporsionalitas.

Nah, ketiga hal ini adalah sikap yang licik. Bagi Indonesia yang sangat luas, berbagai agama dan kultur masyarakat dengan jumlah penduduk yang lebih besar, kalau negara tidak boleh mengatur dalam hal-hal yang menyangkut agama di wilayahnya, maka akan menimbulkan masalah.

Mereka sebenarnya terpaksa menerima aturan, tapi pada dasarnya mereka menolak. Maka sejarah mencatat. Baru satu hari umur republik ini, pada tanggal 18 Agustus 1945 mereka meminta agar 7 kata dalam piagam Jakarta dicoret.

Sepanjang sejarah kita perhatikan, mereka selalu menolak campur tangan negara dalam agama dan institusi agama. Mulai dari RUU Peradilan Agama, RUU Sisdiknas, RUU Perkawinan, dll.

Jadi pengaturan penyiaran agama ini semakin sulit?

Sayangya, tidak ada apresiasi dari pemerintah terhadap umat Islam. Betapa umat Islam sebagai umat yang mayoritas terhadap kokoh-tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya, jika ada hal-hal yang buruk selalu ditimpakan kepada umat Islam.

Bagaimana tindakan umat Islam menghadapi gerakan Pendeta Nurdin dan yang semisalnya?

Kita wajib mempertahankan akidah. Kita mulai dari diri sendiri, lalu rumah tangga, kemudian masyarakat, komunitas, dan seterusnya. Kemudian jangan melakukan tindakan-tindakan anarkhis yang justru melahirkan sikap ketidaksimpatian orang terhadap Islam. Kita Kita harus menjaga kekompakan sesama ormas Islam.

Tindakan konkret terhadap Pendeta Nurdin, menurut pendapat saya, tempuh jalur hukum saja. Pendeta Nurdin harus diproses hukum, dan buku-bukunya harus ditarik dari peredaran. Makanya kita memerlukan pendalaman secara hukum terhadap kasus-kasus seperti itu.

Drs. Abu Deedat MH, Ketua Umum Tim FAKTA: “Itulah Misi Musang Berbulu Ayam”

Bagaimana pandangan Ustadz terhadap buku-buku Pendeta Nurdin?

Memang Pendeta menyebarkan misi melalui pendekatan-pendekatan seperti yang dilakukan oleh Paulus. Karena ini sasarannya untuk kalangan Islam, maka dia masuk dengan pendekatan-pendekatan Islam.

Dalam buku ini Nurdin menggiring pembaca kepada ajaran Nabi Muhammad dulu, seolah olah Nurdin mengakui dan membenarkan Nabi Muhammad. Tapi ujung-ujungnya dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad menikah dengan cara Kristen dan diberi kado berupa Alkitab perjanjian baru dan lama. Jadi, judul islami dalam buku-buku Pendeta Nurdin itu untuk mengelabui saja. Cara-cara inilah yang disebut dengan musang berbulu ayam.

Bagaimana cara kita untuk menghadapi metode Pemurtadan Pendeta Nurdin?

Pertama, kita perlu meluruskan berbagai kekeliruan dlam tulisan-tulisannya. Kedua, harus diungkap kebohongan-kebohongan yang dia lakukan, karena dia itu mengaku Islam tapi membaca Al-Qur‘an saja tidak bisa. Saya dan Pak Abujamin Roham sudah pernah bertemu muka dengan dia dalam forum dialog agama di Rawamangun, Jakarta Timur beberapa tahun silam. Ketika saya test dia untuk membaca Al-Qur’an, ternyata dia tidak bisa membaca. Ketika saya tanya di mana tertulis sejarah bahwa Nabi Muhammad menikah dapat kado Bibel? Pendeta Nurdin pun tidak bisa menunjukkan. Jadi, tulisan Pendeta Nurdin itu hanya akal-akalan saja.

Ketiga, kita harus melaporkan kepada pihak yang berwajib supaya dia ditindak secara hukum, karena dia telah menyalahi aturan-aturan penyebaran agama, dan cara yang dilakukan tidak fair.

Kalau dia beralasan untuk kalangan sendiri?

Lha nyatanya dijual secara umum. Dalam buku Ayat-ayat Penting dalam Al-Qur’an halaman 10 Nurdin menulis bahwa buku-buku itu ditujukan untuk semua umat Islam. Bohong, jika dia bilang untuk kalangan sendiri. Dia mengatakan memberi judul bukunya seperti itu agar bisa dibaca oleh umat Islam.

Dari segi apa Pendeta Nurdin dilaporkan kepada pihak yang berwajib?

Penipuan judul-judul bukunya yang seperti Islami tapi isinya memanipulasi sejarah, misalnya tuduhan bahwa Nabi menikah secara Kristen, Nabi sebagai pencetus Pantekosta, dll. Ini termasuk pelecehan, penyimpangan dan itu bisa dituntut.

KH. Khalil Ridwan, Ketua MUI Pusat: “Pendeta Nurdin Harus Dilaporkan ke Polisi”

Pendeta Nurdin menerbitkan buku-buku berkedok Islam yang isinya menghina Nabi SAW. Bagaimana komentar Pak Kyai?

Ya, sebenarnya itu dulu pernah dilakukan oleh Pendeta Suradi. Dia sudah difatwakan hukuman mati oleh Kyai Athian Ali Dai dari Bandung. Kemudian Suradi kabur dan ngumpet. Nurdin pun harus digituin, karena ia telah melakukan penipuan terhadap umat. Manipulasi ini sebuah kejahatan pemurtadan. Dia juga bisa dijerat dengan delik telah menodai ayat suci Al-Qur‘an. Jadi harus ada tindakan dari kita yang melaporkan ke polisi, bahwa ini adalah pelecehan terhadap Al-Qur‘an yang meresahkan umat. Ini yang dikhawatirkan akan menimbulkan suatu tindakan anarkhis sepihak dari umat Islam.

Pendeta Nurdin juga menulis bahwa Rasulullah menikahi Khadijah yang beragama Kristen dengan tatacara Kristien.

Ya, itu ada delik hukumnya.

Bagaimana MUI menyikapi hal ini?

Buku-buku seperti itu harus dikirim ke pengurus harian Komisi Pengkajian dan Penelitian. Setelah dikaji, nanti buku itu bisa direkomendasikan dan diusulkan ke pemerintah untuk melarang peredarannya.

Jadi, buku ini pantas untuk dituntut kepada pihak yang berwajib?

Iya, jelas! Itu termasuk penodaan agama, penipuan umat dan gerakan pemurtadan. Jelas pelanggaran terhadap SKB.






KH. Hussein Umar, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia: “Pendeta Nurdin Harus Diproses Hukum”


Pendeta Nurdin menulis belasan buku Kristen yang di bungkus dengan ayat-ayat Al-Qur‘an, yang isinya banyak melecehkan Islam. Bagaimana penilaian Ustadz?

Apa yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin ini semakin menyakinkan kita bahwa segala bentuk kebohongan, manipulasi menjungkirbalikkan kebenaran, itulah yang selalu dilakukan oleh kalangan yang ingin merusak akidah Islam. Cara-cara yang tidak terhormat seperti itu dibiarkan dan ditolelir oleh gereja-gereja yang melindunginya.

Jadi yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin ini semakin meyakinkan kita bahwa segala tipu daya dan tipu muslihat itu sudah menjadi metodologi dari kalangan mereka itu. Itulah sebabnya kita menginginkan adanya aturan main, termasuk kode etik penyiaran agama.

Berdasarkan hal-hal tadi, sudah sangat mendesak perlunya aturan main yang mengatur tatacara penyebaran agama. Karena masyarakat kita ini majemuk.

Kenapa Nasrani bersikap menolak aturan main penyebaran agama?

Ada 3 hal yang menjadi sebab: pertama, mereka menolak campur tangan negara berkenaan dengan agama dan institusi-institusi agama. Kedua, Mereka menolak segala bentuk pengaturan hukum dan undang-undang berkenaan dengan agama dan institusi-institusi. Ketiga, mereka menolak asas proporsionalitas.

Nah, ketiga hal ini adalah sikap yang licik. Bagi Indonesia yang sangat luas, berbagai agama dan kultur masyarakat dengan jumlah penduduk yang lebih besar, kalau negara tidak boleh mengatur dalam hal-hal yang menyangkut agama di wilayahnya, maka akan menimbulkan masalah.

Mereka sebenarnya terpaksa menerima aturan, tapi pada dasarnya mereka menolak. Maka sejarah mencatat. Baru satu hari umur republik ini, pada tanggal 18 Agustus 1945 mereka meminta agar 7 kata dalam piagam Jakarta dicoret.

Sepanjang sejarah kita perhatikan, mereka selalu menolak campur tangan negara dalam agama dan institusi agama. Mulai dari RUU Peradilan Agama, RUU Sisdiknas, RUU Perkawinan, dll.

Jadi pengaturan penyiaran agama ini semakin sulit?

Sayangya, tidak ada apresiasi dari pemerintah terhadap umat Islam. Betapa umat Islam sebagai umat yang mayoritas terhadap kokoh-tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya, jika ada hal-hal yang buruk selalu ditimpakan kepada umat Islam.

Bagaimana tindakan umat Islam menghadapi gerakan Pendeta Nurdin dan yang semisalnya?

Kita wajib mempertahankan akidah. Kita mulai dari diri sendiri, lalu rumah tangga, kemudian masyarakat, komunitas, dan seterusnya. Kemudian jangan melakukan tindakan-tindakan anarkhis yang justru melahirkan sikap ketidaksimpatian orang terhadap Islam. Kita Kita harus menjaga kekompakan sesama ormas Islam.

Tindakan konkret terhadap Pendeta Nurdin, menurut pendapat saya, tempuh jalur hukum saja. Pendeta Nurdin harus diproses hukum, dan buku-bukunya harus ditarik dari peredaran. Makanya kita memerlukan pendalaman secara hukum terhadap kasus-kasus seperti itu.

Drs. Abu Deedat MH, Ketua Umum Tim FAKTA: “Itulah Misi Musang Berbulu Ayam”

Bagaimana pandangan Ustadz terhadap buku-buku Pendeta Nurdin?

Memang Pendeta menyebarkan misi melalui pendekatan-pendekatan seperti yang dilakukan oleh Paulus. Karena ini sasarannya untuk kalangan Islam, maka dia masuk dengan pendekatan-pendekatan Islam.

Dalam buku ini Nurdin menggiring pembaca kepada ajaran Nabi Muhammad dulu, seolah olah Nurdin mengakui dan membenarkan Nabi Muhammad. Tapi ujung-ujungnya dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad menikah dengan cara Kristen dan diberi kado berupa Alkitab perjanjian baru dan lama. Jadi, judul islami dalam buku-buku Pendeta Nurdin itu untuk mengelabui saja. Cara-cara inilah yang disebut dengan musang berbulu ayam.

Bagaimana cara kita untuk menghadapi metode Pemurtadan Pendeta Nurdin?

Pertama, kita perlu meluruskan berbagai kekeliruan dlam tulisan-tulisannya. Kedua, harus diungkap kebohongan-kebohongan yang dia lakukan, karena dia itu mengaku Islam tapi membaca Al-Qur‘an saja tidak bisa. Saya dan Pak Abujamin Roham sudah pernah bertemu muka dengan dia dalam forum dialog agama di Rawamangun, Jakarta Timur beberapa tahun silam. Ketika saya test dia untuk membaca Al-Qur’an, ternyata dia tidak bisa membaca. Ketika saya tanya di mana tertulis sejarah bahwa Nabi Muhammad menikah dapat kado Bibel? Pendeta Nurdin pun tidak bisa menunjukkan. Jadi, tulisan Pendeta Nurdin itu hanya akal-akalan saja.

Ketiga, kita harus melaporkan kepada pihak yang berwajib supaya dia ditindak secara hukum, karena dia telah menyalahi aturan-aturan penyebaran agama, dan cara yang dilakukan tidak fair.

Kalau dia beralasan untuk kalangan sendiri?

Lha nyatanya dijual secara umum. Dalam buku Ayat-ayat Penting dalam Al-Qur’an halaman 10 Nurdin menulis bahwa buku-buku itu ditujukan untuk semua umat Islam. Bohong, jika dia bilang untuk kalangan sendiri. Dia mengatakan memberi judul bukunya seperti itu agar bisa dibaca oleh umat Islam.

Dari segi apa Pendeta Nurdin dilaporkan kepada pihak yang berwajib?

Penipuan judul-judul bukunya yang seperti Islami tapi isinya memanipulasi sejarah, misalnya tuduhan bahwa Nabi menikah secara Kristen, Nabi sebagai pencetus Pantekosta, dll. Ini termasuk pelecehan, penyimpangan dan itu bisa dituntut.

KH. Khalil Ridwan, Ketua MUI Pusat: “Pendeta Nurdin Harus Dilaporkan ke Polisi”

Pendeta Nurdin menerbitkan buku-buku berkedok Islam yang isinya menghina Nabi SAW. Bagaimana komentar Pak Kyai?

Ya, sebenarnya itu dulu pernah dilakukan oleh Pendeta Suradi. Dia sudah difatwakan hukuman mati oleh Kyai Athian Ali Dai dari Bandung. Kemudian Suradi kabur dan ngumpet. Nurdin pun harus digituin, karena ia telah melakukan penipuan terhadap umat. Manipulasi ini sebuah kejahatan pemurtadan. Dia juga bisa dijerat dengan delik telah menodai ayat suci Al-Qur‘an. Jadi harus ada tindakan dari kita yang melaporkan ke polisi, bahwa ini adalah pelecehan terhadap Al-Qur‘an yang meresahkan umat. Ini yang dikhawatirkan akan menimbulkan suatu tindakan anarkhis sepihak dari umat Islam.

Pendeta Nurdin juga menulis bahwa Rasulullah menikahi Khadijah yang beragama Kristen dengan tatacara Kristien.

Ya, itu ada delik hukumnya.

Bagaimana MUI menyikapi hal ini?

Buku-buku seperti itu harus dikirim ke pengurus harian Komisi Pengkajian dan Penelitian. Setelah dikaji, nanti buku itu bisa direkomendasikan dan diusulkan ke pemerintah untuk melarang peredarannya.

Jadi, buku ini pantas untuk dituntut kepada pihak yang berwajib?

Iya, jelas! Itu termasuk penodaan agama, penipuan umat dan gerakan pemurtadan. Jelas pelanggaran terhadap SKB.


KH. Hussein Umar, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia: “Pendeta Nurdin Harus Diproses Hukum”


Pendeta Nurdin menulis belasan buku Kristen yang di bungkus dengan ayat-ayat Al-Qur‘an, yang isinya banyak melecehkan Islam. Bagaimana penilaian Ustadz?

Apa yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin ini semakin menyakinkan kita bahwa segala bentuk kebohongan, manipulasi menjungkirbalikkan kebenaran, itulah yang selalu dilakukan oleh kalangan yang ingin merusak akidah Islam. Cara-cara yang tidak terhormat seperti itu dibiarkan dan ditolelir oleh gereja-gereja yang melindunginya.

Jadi yang dilakukan oleh Pendeta Nurdin ini semakin meyakinkan kita bahwa segala tipu daya dan tipu muslihat itu sudah menjadi metodologi dari kalangan mereka itu. Itulah sebabnya kita menginginkan adanya aturan main, termasuk kode etik penyiaran agama.

Berdasarkan hal-hal tadi, sudah sangat mendesak perlunya aturan main yang mengatur tatacara penyebaran agama. Karena masyarakat kita ini majemuk.

Kenapa Nasrani bersikap menolak aturan main penyebaran agama?

Ada 3 hal yang menjadi sebab: pertama, mereka menolak campur tangan negara berkenaan dengan agama dan institusi-institusi agama. Kedua, Mereka menolak segala bentuk pengaturan hukum dan undang-undang berkenaan dengan agama dan institusi-institusi. Ketiga, mereka menolak asas proporsionalitas.

Nah, ketiga hal ini adalah sikap yang licik. Bagi Indonesia yang sangat luas, berbagai agama dan kultur masyarakat dengan jumlah penduduk yang lebih besar, kalau negara tidak boleh mengatur dalam hal-hal yang menyangkut agama di wilayahnya, maka akan menimbulkan masalah.

Mereka sebenarnya terpaksa menerima aturan, tapi pada dasarnya mereka menolak. Maka sejarah mencatat. Baru satu hari umur republik ini, pada tanggal 18 Agustus 1945 mereka meminta agar 7 kata dalam piagam Jakarta dicoret.

Sepanjang sejarah kita perhatikan, mereka selalu menolak campur tangan negara dalam agama dan institusi agama. Mulai dari RUU Peradilan Agama, RUU Sisdiknas, RUU Perkawinan, dll.

Jadi pengaturan penyiaran agama ini semakin sulit?

Sayangya, tidak ada apresiasi dari pemerintah terhadap umat Islam. Betapa umat Islam sebagai umat yang mayoritas terhadap kokoh-tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya, jika ada hal-hal yang buruk selalu ditimpakan kepada umat Islam.

Bagaimana tindakan umat Islam menghadapi gerakan Pendeta Nurdin dan yang semisalnya?

Kita wajib mempertahankan akidah. Kita mulai dari diri sendiri, lalu rumah tangga, kemudian masyarakat, komunitas, dan seterusnya. Kemudian jangan melakukan tindakan-tindakan anarkhis yang justru melahirkan sikap ketidaksimpatian orang terhadap Islam. Kita Kita harus menjaga kekompakan sesama ormas Islam.

Tindakan konkret terhadap Pendeta Nurdin, menurut pendapat saya, tempuh jalur hukum saja. Pendeta Nurdin harus diproses hukum, dan buku-bukunya harus ditarik dari peredaran. Makanya kita memerlukan pendalaman secara hukum terhadap kasus-kasus seperti itu.

Drs. Abu Deedat MH, Ketua Umum Tim FAKTA: “Itulah Misi Musang Berbulu Ayam”

Bagaimana pandangan Ustadz terhadap buku-buku Pendeta Nurdin?

Memang Pendeta menyebarkan misi melalui pendekatan-pendekatan seperti yang dilakukan oleh Paulus. Karena ini sasarannya untuk kalangan Islam, maka dia masuk dengan pendekatan-pendekatan Islam.

Dalam buku ini Nurdin menggiring pembaca kepada ajaran Nabi Muhammad dulu, seolah olah Nurdin mengakui dan membenarkan Nabi Muhammad. Tapi ujung-ujungnya dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad menikah dengan cara Kristen dan diberi kado berupa Alkitab perjanjian baru dan lama. Jadi, judul islami dalam buku-buku Pendeta Nurdin itu untuk mengelabui saja. Cara-cara inilah yang disebut dengan musang berbulu ayam.

Bagaimana cara kita untuk menghadapi metode Pemurtadan Pendeta Nurdin?

Pertama, kita perlu meluruskan berbagai kekeliruan dlam tulisan-tulisannya. Kedua, harus diungkap kebohongan-kebohongan yang dia lakukan, karena dia itu mengaku Islam tapi membaca Al-Qur‘an saja tidak bisa. Saya dan Pak Abujamin Roham sudah pernah bertemu muka dengan dia dalam forum dialog agama di Rawamangun, Jakarta Timur beberapa tahun silam. Ketika saya test dia untuk membaca Al-Qur’an, ternyata dia tidak bisa membaca. Ketika saya tanya di mana tertulis sejarah bahwa Nabi Muhammad menikah dapat kado Bibel? Pendeta Nurdin pun tidak bisa menunjukkan. Jadi, tulisan Pendeta Nurdin itu hanya akal-akalan saja.

Ketiga, kita harus melaporkan kepada pihak yang berwajib supaya dia ditindak secara hukum, karena dia telah menyalahi aturan-aturan penyebaran agama, dan cara yang dilakukan tidak fair.

Kalau dia beralasan untuk kalangan sendiri?

Lha nyatanya dijual secara umum. Dalam buku Ayat-ayat Penting dalam Al-Qur’an halaman 10 Nurdin menulis bahwa buku-buku itu ditujukan untuk semua umat Islam. Bohong, jika dia bilang untuk kalangan sendiri. Dia mengatakan memberi judul bukunya seperti itu agar bisa dibaca oleh umat Islam.

Dari segi apa Pendeta Nurdin dilaporkan kepada pihak yang berwajib?

Penipuan judul-judul bukunya yang seperti Islami tapi isinya memanipulasi sejarah, misalnya tuduhan bahwa Nabi menikah secara Kristen, Nabi sebagai pencetus Pantekosta, dll. Ini termasuk pelecehan, penyimpangan dan itu bisa dituntut.

KH. Khalil Ridwan, Ketua MUI Pusat: “Pendeta Nurdin Harus Dilaporkan ke Polisi”

Pendeta Nurdin menerbitkan buku-buku berkedok Islam yang isinya menghina Nabi SAW. Bagaimana komentar Pak Kyai?

Ya, sebenarnya itu dulu pernah dilakukan oleh Pendeta Suradi. Dia sudah difatwakan hukuman mati oleh Kyai Athian Ali Dai dari Bandung. Kemudian Suradi kabur dan ngumpet. Nurdin pun harus digituin, karena ia telah melakukan penipuan terhadap umat. Manipulasi ini sebuah kejahatan pemurtadan. Dia juga bisa dijerat dengan delik telah menodai ayat suci Al-Qur‘an. Jadi harus ada tindakan dari kita yang melaporkan ke polisi, bahwa ini adalah pelecehan terhadap Al-Qur‘an yang meresahkan umat. Ini yang dikhawatirkan akan menimbulkan suatu tindakan anarkhis sepihak dari umat Islam.

Pendeta Nurdin juga menulis bahwa Rasulullah menikahi Khadijah yang beragama Kristen dengan tatacara Kristien.

Ya, itu ada delik hukumnya.

Bagaimana MUI menyikapi hal ini?

Buku-buku seperti itu harus dikirim ke pengurus harian Komisi Pengkajian dan Penelitian. Setelah dikaji, nanti buku itu bisa direkomendasikan dan diusulkan ke pemerintah untuk melarang peredarannya.

Jadi, buku ini pantas untuk dituntut kepada pihak yang berwajib?

Iya, jelas! Itu termasuk penodaan agama, penipuan umat dan gerakan pemurtadan. Jelas pelanggaran terhadap SKB.

pengantar penerbit

Pengantar Penerbit

BERTANYALAH kepada setiap orang yang mengaku muslim di setiap penjuru bumi ini: bagaimana Al-Qur’an di hati mereka? Jawabannya sudah dapat dipastikan bahwa meskipun mereka belum sepenuhnya dapat mengamalkannya, namun Al-Qur’an tetaplah menjadi sesuatu yang sangat sakral dan mulia di hati mereka. Al-Qur’an adalah tentang kehormatan mereka sebagai seorang muslim. Penghinaan terhadap Al-Qur’an adalah sesuatu yang tidak bisa ditolerir dan dimaafkan. Dan jika sudah demikian, penghinaan dan pelecehan terhadap Al-Qur’an dengan sangat mudah menjelma menjadi sebuah panggilan jihad bagi para pencintanya.

Dalam sejarah Islam, kita sudah banyak menemukan pelecehan dan penghinaan terhadap Al-Qur’an. Dan mungkin saja kita menjadi maklum jika kekejian-kekejian itu dilakukan oleh musuh-musuh di luar Islam. Toh, mereka memang tidak mengaku muslim dan tidak meyakini Islam sebagai the way of life mereka.

Namun, hari-hari belakangan ini kita dikejutkan oleh sebuah pernyataan yang sangat menghina Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab paling porno, demikian ungkap pernyataan itu. Bush-kah yang mengatakannya? Blair? Atau Salman Rushdie yang melukai hati umat Islam dengan Ayat-ayat Setan-nya? Bukan seorang pun dari mereka. Yang menyatakan pernyataan itu justru sosok yang bisa disebut mantan tokoh no. 1 RI yang terpaksa dilengserkan karena selalu bikin masalah. Namanya? Ah, Anda pasti sudah kenal orangnya. Lha iya, siapa sih yang tidak kenal KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur? Dan seperti biasa, kali ini kita kembali ‘ditohok’ oleh pernyataannya tentang kepornoan Al-Qur’an. Wal ‘iyadzu billah.

Buku ini ditulis sebagai sebuah jihad membela Kitabullah, Al-Qur’an Al-Karim. Di dalamnya juga terdapat penjelasan para ulama tentang hukum orang yang memperolok-olok Al-Qur’an. Semoga ini dapat memberikan pencerahan kepada Anda dalam menyikapi tipologi manusia semacam Gus Dur, yang kata penulis bukuini –Ustadz Hartono Ahmad Jaiz– plintat-plintut.

Mudah-mudahan penghinaan dan pelecehan terhadap Islam bisa dihentikan, dan jangan biarkan menjadi ‘penyakit menular’ yang melatah di negeri ini. Selamat Membaca!



HUJJAH Press

kata pengantar

Kata Pengantar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Alhamdulillahi Raobbil ‘alamien.

Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan atas Nabi Muhammad saw, keluarganya, para sahabatnya, dan pengikut-pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.

Pembaca yang budiman, buku ini kami beri judul Al-Qur’an Dihina Gus Dur. Isinya berupa tanggapan atas wawancara Gus Dur yang dimuat di situs JIL (Jaringan Islam Liberal) islamlib.com yang berjudul Jangan Bikin Aturan Berdasarkan Islam Saja! (10/04/2006). Dalam wawancara itu Gus Dur menghina Al-Qur’an secara terang-terangan. Di antaranya terdapat dalam tanya jawab sebagai berikut:

JIL: Gus, ada yang bilang kalau kelompok-kelompok penentang RUU APP ini bukan kelompok Islam, karena katanya kelompok ini memiliki kitab suci yang porno?

(Gus Dur): Sebaliknya menurut saya. Kitab suci yang paling porno di dunia adalah Alqur’an, ha-ha-ha.. (tertawa terkekeh-kekeh).

JIL: Maksudnya?

(Gus Dur): Loh, jelas kelihatan sekali. Di Alqur’an itu ada ayat tentang menyusui anak dua tahun berturut-turut. Cari dalam Injil kalau ada ayat seperti itu. Namanya menyusui, ya mengeluarkan tetek kan?! Cabul dong ini. Banyaklah contoh lain, ha-ha-ha’

Kenapa Gus Dur sampai seberani dan sedrastis itu dalam melecehkan Al-Qur’an? Bukankah dia beragama Islam? Untuk apa dia sampai sebegitu beraninya melecehkan Al-Qur’an?

Untuk menjawab masalah itu, perlu diketahui latar belakang, kondisi dan situasi dia berbicara. Dan tentunya hanya Allah lah yang tahu persis kenapa Gus Dur sampai sedrastis itu penghinaannya terhadap Al-Qur’an. Namun sekadar jangkauan yang nampak, bisa juga dilacak, ada faktor-faktor yang melingkunginya, yang mengakibatkan Gus Dur seberani itu. Hanya saja itu belum tentu penting dibicarakan. Yang jelas, penghinaannya terhadap Al-Qur’an, kitab suci, wahyu Allah, atau firman Allah swt ini bukan masalah yang kecil.

Masyarakat Islam dari berbagai kota pun prihatin terhadap kasus ini. Banyak yang menelpon, kirim pesan singkat (sms), bahkan kirim email (surat elektronik) kepada penulis. Mereka mengemukakan keprihatinannya atas penghinaan yang tidak tanggung-tanggung itu. Masyarakat perkampungan di Betawi (Jakarta) pun sudah prihatin dengan adanya kasus penghinaan terhadap Al-Qur’an ini, setelah mereka mendengarkan guru mengaji yang membeberkannya. Apalagi telah beredar luas sejak pemimpin Perguruan Islam As-Syafi’iyah Jakarta, H Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie, mempidatokannya dengan nada prihatin di depan jama’ah pengajiannya, tidak lama setelah munculnya wawancara di islamlib.com itu. Kemudian diulang lagi dengan nada sangat sedih di depan jama’ahnya, Ahad 1 Rabi’ul Akhir 1427H/ 30 April 2006, dipancarkan pula lewat dua pemancar radio Islam di Jakarta. Hingga masyarakat yang sudah agak lupa akan tingkah heboh Gus Dur, tampaknya ingat kembali dan mengecamnya.

Oleh karena itu, penghinaan terhadap Al-Qur’an ini perlu ditanggapi. Sekaligus dalam tanggapan ini mengingatkan, agar Gus Dur dan pendukungnya yang telah menghina Al-Qur’an itu bertaubat sebelum ajal sampai kepada mereka.

Buku ini memuat isi yang mencakup:
  1. Fokus Persoalan: Al-Qur’an, Porno, dan Ayat tentang Menyusui.
  2. Kutipan seutuhnya wawancara Gus Dur di situs JIL, www.islamlib.com.
  3. Komentar terhadap wawancara itu, ditampilkan dengan poin per poin.
  4. Pembahasan tentang penghinaan Gus Dur terhadap Al-Qur’an dan rangkaian-rangkaiannya.
  5. Fatwa-fatwa para ulama tentang penghinaan terhadap Islam; Allah, Rasul-Nya, Al-Qur’an, dan orang yang teguh mengikuti perintah-perintah Allah swt dan Rasul-Nya saw.

Perlu diketahui, dalam perpolitikan, akibat ulahnya sendiri, Gus Dur terjungkal-jungkal. Ambil contoh, Gus Dur jadi presiden, baru dalam tempo 19 bulan (1999-2001) –mestinya 5 tahun– sudah langsung diturunkan oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) pimpinan Amien Rais. Diturunkan itu gara-gara kaitannya dengan uang (bukan karena tuduhan berselingkuh dengan isteri orang, walau beritanya santer secara menasional saat itu). Kasus uang itu dikenal dengan kasus pemberian uang dari Sultan Brunei Darus Salam dan uang Bulog (Badan Urusan Logistik). Maka dikenal dengan kasus Brunei Gate dan Bulog Gate. Dan Amien Rais pun mengucapkan permintaan maaf atas salah pilihnya, yakni memilih Gus Dur sebagai presiden, yang istilah Amien Rais, minta maaf kepada bangsa Indonesia atas kesalahan ‘ijtihad politik’-nya. Bagaimana tidak salah. Gus Dur yang dalam tempo 19 bulan jadi presiden, ternyata sudah jalan-jalan ke 90-an negara, dengan membawa isterinya, Ny Sinta Nuriyah (pakai kursi roda) dan anak perempuannya, Yenni. Semua itu rata-rata hanya membuahkan isu panas, karena Gus Dur hampir setiap di luar negeri melontarkan isu-isu panas yang mengguncang keadaan secara nasional.

Babak berikutnya, setelah diturunkan jadi presiden, lalu ada pendaftaran untuk pencalonan presiden, setelah Megawati yang tadinya wakil presiden dan naik menjadi presiden menggantikan Gus Dur sudah hampir habis masa jabatannya. Gus Dur pun ingin mencalonkan diri. Namun dari persyaratan yang ditetapkan, Gus Dur ditolak sebagai bakal calon. Gagalnya Gus Dur untuk jadi bakal calon presiden ini pun penuh dengan polemik, yang menambah terjungkalnya.

Di PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) maupun NU (Nahdlatul Ulama), Gus Dur mengalami (menimbulkan?) konflik yang kadang berkepanjangan, bahkan sampai ke pengadilan, dalam kasus PKB.

Rupanya pengalaman terjungkal-jungkal seperti itu kadang berbuah tak mengenakkan. Gus Dur yang jelas menjadi orang terkemuka di NU, suaranya tidak begitu didengar lagi, dan tidak dijadikan bahan keputusan di PBNU. Hingga seolah-olah Gus Dur sudah tidak diuwongke (tidak diorangkan). Contoh nyata, dalam masalah RUU APP (Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi) yang akan diundangkan Juni 2006, Gus Dur jelas-jelas di barisan depan menolaknya. Bahkan dia sedang berbaring di rumah sakit pun ketika mendengar RUU APP didukung MUI dan umat Islam, langsung Gus Dur bangkit dan berseru untuk menolaknya. Kalau sampai diundangkan pun mau dia amandemen. Namun suara lantang Gus Dur sampai menerjunkan isterinya (Sinta Nuriyah yang pakai kursi roda) untuk berdemo bersama artis-artis dan lain-lain untuk menolak RUU APP itu tidak digubris oleh PBNU. Bahkan PBNU mendukung RUU APP.

Masih pula di hadapan anak muda NU pun Gus Dur dikritik karena mendukung Inul, penjoget yang dikenal memutar (maaf) pantatnya hingga disebut goyang ngebor Inul, dan menolak RUU APP. Padahal Gus Dur sudah sejak lama mengkader anak-anak muda NU untuk jadi liberal. Tetapi kenyataannya muncul juga pengkritik keras terhadap Gus Dur.

Dalam keadaan terjungkal-jungkal di kancah politik, dan terseok-seok di habitatnya (NU) seperti itu, lalu Gus Dur bagai teriak sekencang-kencangnya. Sayangnya, yang diteriakkan itu adalah hinaannya terhadap Al-Qur’anul Kariem, Kalamullah, yang dihormati dan jadi pedoman seluruh umat Islam. Bukan sekadar perangkat lunak milik NU.

Jurus mabuk Gus Dur ini tentu saja bukan mengurangi derita yang telah dia alami akibat polah tingkahnya sendiri, namun justru menambah derita, menambah masalah.

Dalam kasus ini, Gus Dur telah membuat masalah sangat besar. Orang akan mengatakan, “dia jual, maka kita beli! Dia membuat perkara, maka kita layani!”

Buku ini adalah salah satu bentuk pelayanan terhadap apa yang telah dia jual. Pelayanan-pelayanan yang lain dengan bentuk lain pula tentu akan dihadapkan kepada Gus Dur dan para pendukungnya. Di samping itu tentu saja Allah swt Yang Firman-Nya telah dihina itu Maha Mengetahuinya dan sangat besar adzabNya.

Karena buku ini merupakan pelayanan terhadap bentuk penghinaan yang sangat tinggi yakni menghina Kitab Suci Al-Qur’an, maka tidak bisa diingkari adanya semacam pembelaan yang menggunakan kata-kata tajam. Oleh karena itu, kami mohon maaf apabila ada kata-kata yang sekiranya kurang pada tempatnya.

Demikian pula, sangat kami sadari, tulisan ini banyak kekurangannya, maka kami harapkan adanya tegur sapa ataupun kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman.

Tidak lupa, kami sampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan informasi, dukungan, dorongan, dan aneka sumbangsih yang berharga, sehingga terwujudnya buku ini.

Semoga Allah swt mencurahkan rahmat-Nya kepada kaum Muslimin yang senantiasa mengikuti perintah-perintah-Nya dengan ikhlas, dan membela agama-Nya dari celaan dan rongrongan musuh-musuh-Nya. Dan semoga buku ini salah satu sarana ke arah yang diridhoi-Nya. Amien, ya Robbal ‘alamien.



Jakarta, Ahad 1 Rabi’ul Akhir 1427H/ 30 April 2006M.

Penulis:
Hartono Ahmad Jaiz
Wawancara Gus Dur di islamlib.com
Kutipan:
Wawancara
KH. Abdurrahman Wahid:
Jangan Bikin Aturan Berdasarkan Islam Saja!
10/04/2006

Pola pandang dan sikap yang terus menghargai perbedaan dalam kerangka keragaman etnis, budaya, dan agama di Indonesia, masih tetap manjadi ciri khas KH. Abdurrahman Wahid, mantan orang nomor satu di negeri ini. Kyai nyentrik yang akrab disapa Gus Dur itu, kembali mengingatkan pentingnya menolak penyeragaman cara pandang, sikap, maupun perilaku dalam beragama dan bernegara di negeri ini.

Berikut petikan wawancara M. Guntur Romli dan Alif Nurlambang (JIL) dengan Gus Dur tentang pelbagai persoalan mutakhir negeri ini pekan lalu.

JIL: Gus Dur, akhir-akhir ini ada polemik tentang Perda Tangerang tentang pelacuran dan rencana UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Apa komentar Gus Dur tentang Perda yang melarang pelacuran tanpa pandang bulu itu?

KH. ABDURRAHMAN WAHID: Menurut saya, baik Perda Tangerang maupun RUU APP yang kini diributkan, harus jelas dulu siapa yang merumuskan dan menentukannya. Pelacuran memang dilarang agama, tapi siapakah pelacur itu?! Jangan-jangan, yang kita tuduh pelacur justru bukan pelacur. Dari dulu memang ada dua hal yang perlu kita perhatikan sebelum menetapkan undang-undang. Pertama tentang siapa yang merumuskan. Dan kedua tentang apakah dia memiliki hak antara pelaksana dan pihak lain. Contoh paling jelas adalah soal definisi pornografi. Ketika tidak jelas ini dan itu pornonya, yang berhak menentukannya adalah Mahkamah Agung.

Tapi di luar itu, masih banyak masalah-masalah yang mendera negara kita yang lebih butuh penyelesaian, seperti persoalan ekonomi. Jadi prioritas kita bukan membikin aturan macam-macam. Contohnya, isu pelacuran itu juga sangat terkait dengan soal ekonomi. Meski kita mau bikin seribu peraturan, tapi tidak ada peningkatan taraf kehidupan, pelacuran tidak akan pernah bisa tersentuh, boro-boro bisa dihilangkan. Jika hal ini terjadi, maka aturan tidak akan berfungsi apa-apa, kecuali untuk selalu dilanggar.


JIL: Salah satu dasar munculnya perda-perda seperti itu adalah alasan otonomi daerah. Menurut Gus Dur bagaimana?

Otonomi daerah tidak mesti sedemikian jauh. Dia harus spesifik. Seperti salah satu negara bagian Amerika Serikat, Louisiana, yang masih melandaskan diri pada undang-undang Napoleon dari Perancis, walaupun negara-negara bagian lain menggunakan undang-undang Anglo-Saxon. Perbedaan tersebut sudah dijelaskan dalam undang-undang dasar mereka di sana semenjak awal, bukan ditetapkan belakangan dan secara serampangan. Untuk Indonesia, daerah-daerah mestinya tidak bisa memakai dan menetapkan undang-udang secara sendiri-sendiri. Itu bisa kacau.

JIL: Bagaimana kalau otonomi daerah juga hendak mengatur persoalan agama?

Otonomi daerah itu perlu dipahami sebagai kebebasan untuk melaksanakan aturan yang sudah ada, bukan kebebasan untuk menetapkan undang-undang sendiri. Pengertian otonomi daerah itu bukan seperti yang terjadi sekarang ini; daerah mau merdeka di mana-mana dan dalam segala hal. Sikap itu tidak benar.

JIL: Apakah beberapa daerah yang mayoritas non-muslim seperti NTT, Papua, Bali, dan lain-lain, dibolehkan menerapkan aturan agama mereka masing-masing dengan alasan otonomi daerah?

Iya nggak apa-apa. Itu konsekuensinya kan? Makanya, kita tidak usah ribut-ribut soal perda dan aturan yang berasal dari satu agama. Dulu di tahun 1935, kakek saya dari ayah, Almarhum KH. Hasyim Asy’ari, sudah ngotot-ngotot berpendapat bahwa kita tidak butuh negara Islam untuk menerapkan syariat Islam. Biar masyarakat yang melaksanakan (ajaran Islam, Red), bukan karena diatur oleh negara. Alasan kakek saya berpulang pada perbedaan-perbedaan kepenganutan agama dalam masyarakat kita. Kita ini bukan negara Islam, jadi jangan bikin aturan-aturan yang berdasarkan pada agama Islam saja.

JIL: Gus, ada yang berpendapat dengan adanya RUU APP dan sejumlah perda-perda syariat, Indonesia akan ‘diarabkan’. Apa Gus Dur setuju dengan pendapat itu?

Iya betul, saya setuju dengan pendapat itu. Ada apa sih sekarang ini? Ngapain kita ngelakuin gituan. Saya juga bingung; mereka menyamakan Islam dengan Arab. Padahal menurut saya, Islam itu beda dengan Arab. Tidak setiap yang Arab itu mesti Islam. Contohnya tidak usah jauh-jauh. Semua orang tahu bahwa pesantren itu lembaga Islam, tapi kata pesantren itu sendiri bukan dari Arab kan? Ia berasal dari bahasa Pali, bahasa Tripitaka, dari kitab agama Buddha.

JIL: Kalau syariat Islam diterapkan di Indonesia secara penuh, bagaimana kira-kira nasib masyarakat non-muslim?

Ya itulah’ Kita tidak bisa menerapkan syariat Islam di Indonesia kalau bertentangan dengan UUD 45. Dan pihak yang berhak menetapkan aturan ini adalah Mahkamah Agung. Hal ini menjadi prinsip yang harus kita jaga bersama-sama. Tujuannya agar negeri kita aman. Jangan sampai kita ini, dalam istilah bahasa Jawa, usrek (Red: ribut) terus. Kalau kita usrek, gimana mau membangun bangsa? Ribut mulu sih... Dan persoalannya itu-itu saja.

JIL: Bagaimana dengan barang dan tayangan erotis yang kini dianggap sudah akrab dalam masyarakat kita?

Erotisme merupakan sesuatu yang selalu mendampingi manusia, dari dulu hingga sekarang. Untuk mewaspadai dampak dari erotisme itu dibuatlah pandangan tentang moral. Dan moralitas berganti dari waktu ke waktu. Dulu pada zaman ibu saya, perempuan yang pakai rok pendek itu dianggap cabul. Perempuan mesti pakai kain sarung panjang yang menutupi hingga matakaki. Sekarang standar moralitas memang sudah berubah. Memakai rok pendek bukan cabul lagi. Oleh karena itu, kalau kita mau menerapkan suatu ukuran atau standar untuk semua, itu sudah merupakan pemaksaan. Sikap ini harus ditolak. Sebab, ukuran satu pihak bisa tidak cocok untuk pihak yang lain. Contoh lain adalah tradisi tari perut di Mesir yang tentu saja perutnya terbuka lebar dan bahkan kelihatan puser. Mungkin bagi sebagian orang, tari perut itu cabul. Tapi di Mesir, itu adalah tarian rakyat; tidak ada sangkut-pautnya dengan kecabulan.

JIL: Jadi erotisme itu tidak mesti cabul, Gus?

Iya, tidak bisa. Anda tahu, kitab Rawdlatul Mu‘aththar (The Perfumed Garden, Kebun Wewangian) itu merupakan kitab bahasa Arab yang isinya tatacara bersetubuh dengan 189 gaya, ha-ha-ha.. Kalau gitu, kitab itu cabul, dong? ha-ha-ha’ Kemudian juga ada kitab Kamasutra. Masak semua kitab-kitab itu dibilang cabul? Kadang-kadang saya geli, mengapa kiai-kiai kita, kalau dengerin lagu-lagu Ummi Kultsum’penyanyi legendaris Mesir’bisa sambil teriak-teriak ‘Allah’ Allah’’ Padahal isi lagunya kadang ngajak orang minum arak, ha-ha-ha.. Sangat saya sayangkan, kita mudah sekali menuding dan memberi cap sana-sini; kitab ini cabul dan tidak sesuai dengan Islam serta tidak boleh dibaca. Saya mau cerita. Dulu saya pernah ribut di Dewan Pustaka dan Bahasa di Kuala Lumpur Malaysia. Waktu itu saya diundang Prof. Husein Al-Attas untuk membicarakan tema Sastra Islam dan Pornografi. Nah, saya ributnya dengan Siddik Baba. Dia sekarang menjadi pembantu rektor di Universitas Islam Internasional Malaysia. Menurut dia, yang disebut karya sastra Islam itu harus sesuai dengan syariat dan etika Islam. Karya-karya yang menurutnya cabul bukanlah karya sastra Islam. Saya tidak setuju dengan pendapat itu. Kemudian saya mengulas novel sastrawan Mesir, Naguib Mahfouz, berjudul Zuqaq Midaq (Lorong Midaq), yang mengisahkah pola kehidupan di gang-gang sempit di Mesir. Tokoh sentralnya adalah seorang pelacur. Dan pelacur yang beragama Islam itu bisa dibaca pergulatan batinnya dari novel itu. Apakah buku itu tidak bisa disebut sebuah karya Islam hanya karena ia menceritakan kehidupan seorang pelacur? Ia jelas produk seorang sastrawan brilian yang beragama Islam. Aneh kalau novel itu tidak diakui sebagai sastra Islam.

JIL: Gus, ada yang bilang kalau kelompok-kelompok penentang RUU APP ini bukan kelompok Islam, karena katanya kelompok ini memiliki kitab suci yang porno?

Sebaliknya menurut saya. Kitab suci yang paling porno di dunia adalah Alqur’an, ha-ha-ha.. (tertawa terkekeh-kekeh).

JIL: Maksudnya?

Loh, jelas kelihatan sekali. Di Alqur’an itu ada ayat tentang menyusui anak dua tahun berturut-turut. Cari dalam InJIL kalau ada ayat seperti itu. Namanya menyusui, ya mengeluarkan tetek kan?! Cabul dong ini. Banyaklah contoh lain, ha-ha-ha’

JIL: Bagaimana dengan soal tak boleh membuka dan melihat aurat dan karena itu orang bikin aturan soal aurat perempuan lewat perda-perda?

Menutup aurat dalam arti semua tubuh tertutup itu baik saja. Namun belum tentu kalau yang disebut aurat itu kelihatan, hal itu tidak baik. Aurat memiliki batasan maksimal dan minimal. Nah bukan berarti batasan minimal itu salah. Kesalahan RUU yang ingin mengatur itu adalah: menyamakan batasan maksimal dan minimal dalam persoalan aurat. Sikap itu merupakan cara pandang yang salah. Kemudian, yang disebut aurat itu juga perlu dirumuskan dulu sebagai apa. Cara pandang seorang sufi berbeda dengan ahli syara’ tentang aurat, demikian juga dengan cara pandang seorang budayawan. Tukang pakaian melihatnya beda lagi; kalau dia tak bisa meraba-raba, bagaimana bisa jadi pakaian’ ha-ha-ha.. Batasan dokter beda lagi. Kerjanya kan ngutak-ngutik, dan buka-buka aurat, itu, he-he-he.

Saya juga heran, mengapa aurat selalu identik dengan perempuan. Itu tidak benar. Katanya, perempuan bisa merangsang syahwat, karena itu tidak boleh dekat-dekat, tidak patut salaman. Wah’ saya tiap pagi selalu kedatangan tamu. Kadang-kadang gadis-gadis dan ibu-ibu. Itu bisa sampai dua bis. Mereka semua salaman dengan saya. Masak saya langsung terangsang dan ingin ngawinin mereka semua?! Ha-ha-ha.. Oleh karena itu, kita harus hati-hati. Melihat perempuan tidak boleh hanya sebagai objek seksual. Perempuan itu sama dengan laki-laki; sosok makhluk yang utuh. Jangan melihatnya dari satu aspek saja, apalagi cuma aspek seksualnya.


JIL: Sekarang tentang SKB pendirian rumah ibadah. SKB itu sudah disahkan. Bagaimana tanggapan Gus Dur terhadap revisi SKB itu?

Begini, kita harus hati-hati terhadap dua hal yang saling bertentangan. Di satu pihak, ada keinginan mencegah dampak kegiatan beragama yang belum ada aturannya. Karena itu, diperlukan persetujuan dari berbagai pihak soal jumlahnya sekian-sekian (soal quota pengaju pembangunan rumah ibadah, Red). Kedua, soal memberi hak kepada siapapun untuk melakukan ibadah. Di sini terjadi persinggungan.

Tapi persoalan sesungguhnya saya lihat ada pada birokrasi. Selama ini, saya menganggap birokrat-birokrat kita pilih kasih. Permintaan agama A akan disetujui oleh birokrat yang beragama A saja. Kalau begini terus, negara kita akan kacau-balau. Karena itu, sebelum menetapkan suatu keputusan, isu-isu perlu dibicarakan bersama secara serius. Kita tahu sendirilah, Departemen Agama itu adalah departemen yang paling brengsek. Hal lain, pemerintah tidak boleh campur terlalu banyak dalam soal-soal agama, karena itu akan menggiring kita menjadi negara agama.


JIL: Revisi SKB ini muncul dari ribut-ribut soal pendirian rumah ibadah yang konon serampangan?

Pandangan itu muncul dari keadaan yang morat-marit, bukan keadaan yang benar. Memang ada saja orang yang semau-maunya membangun rumah ibadah. Hal itu sebetulnya bersifat teknis dan sumir. Dan soal itu mestinya bisa ditentukan dan dimediasi oleh kepala daerah masing-masing, bukan oleh peraturan. Dan, peraturan yang sudah ada saja yang dijalankan. Kalau ada pelanggaran aturan, bawa ke pengadilan. Jangan diselesaian sendiri-sendiri. Kita ini hidup di negara hukum.

JIL: Kalau diserahkan pada kepala daerah, nanti bisa mirip SK Gubernur Jawa Barat yang tidak adil dong, Gus?

Kalau seperti itu, gubernurnya yang kita tuntut. Jangan peraturannya yang dikorbankan. Masak jadi gubernur kaya gitu?!

JIL: Gus, saat ini marak konflik Sunni-Syiah di Irak. Banyak masjid dibom dan antar muslim saling berseteru. Sebenarnya, bagaimana asal-muasal sejarah konflik Syiah-Sunni?

Konflik itu muncul akibat doktrin agama yang dimanipulasi secara politis. Sejarah mengabarkan pada kita, dulu muncul peristiwa penganiaan terhadap menantu Rasulullah, Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya. Keluarga inilah yang disebut Ahlul Bayt, dan mereka memiliki pendukung fanatik. Pendukung atau pengikut di dalam bahasa Arab disebut syi‘ah. Selanjutnya kata syi‘ah ini menjadi sebutan dan identitas bagi pengikut Ali yang pada akhirnya menjadi salah satu firkah teologis dalam Islam. Sedangkan pihak yang menindas Ali dan pengikutnya dikenal dengan sebutan Sunni.

Persoalan sesungguhnya waktu itu adalah tentang perebutan kekuasaan atau persoalan politik. Namun doktrin agama dibawa-bawa. Maka dari itu, janganlah bawa-bawa agama dalam masalah politik. Jadinya akan seperti itu; campur-aduk tidak karuan. Kaum Syiah, tidak terima dengan penindasan itu, dan mereka terus-menerus menyusun kekuatan dan ingin merebut kekuasaan. Dan waktu itu pula, kekuasaan Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin Sunni yang sangat kejam dan memusuhi Syiah, seperti Khalifah Yazid bin Mu’awiyah di Damaskus. Contoh dari kekejaman dia adalah melakukan pembantaian terhadap Husein bin Ali berserta keluarga dan pengikutnya di Padang Karbala. Bayangkan, padahal Husein adalah cucu Rasulullah dan putra Ali bin Abi Thalib.

Yazid juga mengangkat seorang gubernur Irak yang sangat kejam, namanya Yusuf Hajjaj al-Tsaqafi. Nah, penindasan terhadap kaum Syiah berlangsung selama berabad-abad, dan alasannya lebih karena soal kekuasaan. Salah satu jalan keluar dari konflik ini adalah: jangan bawa-bawa agama dalam persoalan politik. Dan persoalan hubungan Syiah dan Sunni di Irak mestinya dilihat sebagai problem politik, bukan problem agama.


JIL: Jadi konflik itu bisa dianggap konflik politik yang dijubahi agama?

Iya. Menurut saya, klaim teologis tidak bisa jadi klaim politik. Kalau ini disepelekan, akan terjadi seperti yang kita saksikan saat ini. Misalnya, kaum Syiah mengatakan bahwa garis kepemimpinan (politik) hanya ada pada keturunan Nabi. Kalangan Syiah juga menganggap mereka maksum (tidak bisa salah). Di pihak lain, ada pendapat yang berusaha menafikan keturunan nabi, bahkan memusuhi, karena dianggap berpotensi merebut kekuasaan.

Kalau saya sih mudah-mudah saja; berada di antara dua pendapat di atas. Saya cukup menghormati keturunan Nabi. Demikian juga sikap NU; dua pendapat ekstrem itu tidak diikuti. Tegasnya, kami memiliki tradisi mencintai keturunan Nabi, bukan semata-mata karena soal ketertundukan (the degree of obedience) politik. Apakah harus tunduk secara politik pada keturunan Nabi itu menjadi kewajiban agama atau tidak? Kelompok yang menganggap ketundukan itu bagian dari agama disebut Syiah, sementara yang menganggapnya sebagai persoalan sosiologis, disebut Sunni. Nah, dalam Sunni ini ada yang kadar sosiologisnya dalam melihat persolan kuat, dan ada juga yang tidak.


JIL: Kita kembali ke persoalan negeri kita. Sekarang ada kelompok-kelompok yang sangat rajin melakukan tindak kekerasan, ancaman, intimidasi, dan lain-lain terhadap kelompok yang mereka tuding melakukan penodaan atau penyimpangan agama. Gus Dur menanggapinya bagaimana?

Tidak bisa begitu. Cara itu tidak benar dan melanggar ajaran Islam. Tidak bisa melakukan penghakiman dan kekerasan terhadap kelompok lain atas dasar perbedaan keyakinan. Siapa yang tahu hati dan niat orang. Tidak ada itu yang namanya pengadilan terhadap keyakinan. Keyakinan itu soal batin manusia, sementara kita hanya mampu melihat sisi lahirnya. Nabi saja bersabda, nahnu nahkum bil dlaw’hir walL’h yatawalla al-sar’ir (kami hanya melihat sisi lahiriah saja, dan Allah saja yang berhak atas apa yang ada di batin orang, Red). Sejak dulu, kelompok yang suka dengan cara kekerasan itu memang mengklaim diri sedang membela Islam, membela Tuhan. Bagi saya, Tuhan itu tidak perlu dibela!

JIL: Kalau orang muslim tidak melaksanakan syariat Islam seperti salat atau ibadah wajib lain, diapakan, Gus?

Begini ya’ Saya sudah lama mengenalkan beberapa istilah penting dalam melihat persoalan keberagamaan dalam masyarakat kita. Golongan muslim yang taat pada masalah ritual, biasanya kita sebut golongan santri. Namun ada golongan lain yang kurang, bahkan tidak menjalankan ritual agama. Mereka ini biasanya disebut kaum abangan, atau penganut agama Kejawen. Lantas, kita mau menyebut golongan kedua ini kafir? Tidak benar itu!

Saya baru saja yakin bahwa Kejawen itu Islam. Baru setengah tahun ini. Saya baru yakin ketika mendengarkan lagu-lagunya Slamet Gundono (seorang dalang wayang suket kondang, Red). Saya baru paham betul; ooh, begitu toh Kejawen. Inti ajarannya sama saja dengan Islam.

Bedanya ada pada pelaksanaan ritual keagamaan. Kesimpulannya begini:
Kejawen dan Islam itu akidahnya sama, tapi syariatnya berbeda. Penganut Kejawen itu Islam juga, cuma bukan Islam santri. Gitu loh’ selesai, kan? Gitu aja repot.



(Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1028)